Rabu 21 Jun 2023 12:24 WIB

Jokowi Harap Penambahan Cuti Bersama Idul Adha Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Jokowi ingin libur panjang menggerakkan ekonomi daerah melalui pariwisata.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Fuji Pratiwi
Presiden Jokowi saat mengecek harga kebutuhan pokok jelang Idul Adha, di Pasar Tohaga Parung dan Pasar Parungpung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/6/2023).
Foto: Dok Muchlis Jr/Biro Pers Sekreta
Presiden Jokowi saat mengecek harga kebutuhan pokok jelang Idul Adha, di Pasar Tohaga Parung dan Pasar Parungpung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BOGOR -- Pemerintah memutuskan untuk menambah cuti bersama hari raya Idul Adha 1444 Hijriah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berharap, penambahan cuti bersama ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata, utamanya di daerah.

"Untuk mendorong ekonomi utamanya di daerah agar lebih baik lagi. Utamanya di daerah pariwisata lokal. Karena kita lihat bisa, diputuskan," kata Jokowi di Pasar Parungpung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/6/2023).

Baca Juga

Ia menilai, diputuskannya penambahan cuti bersama ini karena perayaan hari raya Idul Adha memang membutuhan waktu yang lebih panjang. "Ya itu kan harinya memang memerlukan waktu yang lebih," ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah resmi menetapkan Rabu 28 Juni 2023 dan Jumat 30 Juni 2023 sebagai cuti bersama hari raya Idul Adha 1444 H. Sedangkan libur nasional hari raya Idul Adha jatuh pada 29 Juni 2023.

Penambahan cuti bersama ini diputuskan setelah adanya perbedaaan hari raya Idul Adha antara pemerintah-NU dengan Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri akan berlebaran pada 28 Juni, sedangkan pemerintah-NU akan berlebaran pada 29 Juni.

Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait libur nasional dan cuti bersama 2023 yang ditandatangani Menteri PAN-RB, Menteri Agama, dan Menteri Ketenagakerjaan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement