REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah badan eksekutif mahasiswa (BEM) yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Menggugat menyambangi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Rabu (21/6/2023), tepat pada hari ulang tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perwakilan gerakan tersebut datang untuk menyampaikan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Jokowi karena cawe-cawe dalam Pemilu 2024.
Gerakan Mahasiswa Menggugat ini terdiri atas tujuh BEM dan satu organisasi kampus di Jakarta. Dua di antaranya adalah Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta dan BEM UPN Veteran Jakarta.
Ketua BEM UPN Veteran Jakarta Rifqi Adyatma mengatakan, pihaknya mendatangi kantor Bawaslu RI untuk menyerahkan surat permohonan audiensi dengan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Mereka juga menyerahkan satu dokumen berisikan kajian atas pasal-pasal yang diduga dilanggar Presiden Jokowi karena cawe-cawe atau ikut campur dalam gelaran Pemilu 2024.
Mereka belum melaporkan Jokowi secara resmi ke Bawaslu RI. Sebab, mereka ingin audiensi terlebih dahulu dengan Ketua Bawaslu RI untuk mencegah munculnya tudingan bahwa mereka ditunggangi oleh kelompok politik tertentu.
"Kami ke depankan bidang ilmiah terlebih dahulu (dengan membahas hasil kajian saat audiensi). Kita ingin audiensi dilaksanakan secara terbuka agar bisa menjadi pencerdasan politik juga untuk masyarakat," kata Rifqi ketika dikonfirmasi Republika, Rabu (21/6/2023).
Ketua Dema UIN Jakarta Muhammad Abid Al Akbar mengatakan, pihaknya baru akan melaporkan Jokowi secara resmi apabila permohonan audiensi mereka tidak ditanggapi Bawaslu dalam tujuh hari ke depan. "Saat ini kami masih menunggu respons Bawaslu," ujarnya.
Gerakan Mahasiswa Menggugat ini menyebut permohonan audiensi dan penyampaian hasil kajian dugaan pelanggaran Presiden itu merupakan "kado" untuk Presiden Jokowi yang berulang tahun ke-62. Mereka mempersoalkan sejumlah pernyataan Jokowi yang dinilai menunjukkan Presiden tidak netral dalam gelaran Pemilu 2024.
"Presiden Joko Widodo sebagai pejabat negara dinilai tidak etis ketika melakukan cawe-cawe terhadap calon presiden 2024, bahkan Presiden Joko Widodo menggunakan fasilitas negara dengan mengumpulkan ketua partai politik untuk kepentingan koalisi," kata mereka lewat keterangan tertulis.
Menurut mereka, Presiden Jokowi telah melanggar Pasal 283 ayat 1 dan 2 UU Pemilu. Ayat 1 berbunyi: Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Sedangkan ayat 2 menyatakan: Larangan yang dimaksud pada ayat 1 meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Presiden Jokowi diketahui mengumpulkan enam ketua umum partai politik pendukung pemerintahannya di Istana Kepresidenan pada awal Mei 2023. Sejumlah pihak menilai, pertemuan itu merupakan aksi Jokowi cawe-cawe atau ikut campur atas gelaran Pilpres 2024.
Jokowi pada akhir Mei 2023, merespons pihak-pihak yang selama ini menilai dirinya cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024. Jokowi pun mengakui bahwa dirinya memang cawe-cawe, tapi dalam artian yang positif.
"Untuk negara, saya cawe-cawe," ujar Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Senin (29/5/2023).
Jokowi mengaku akan cawe-cawe untuk memastikan perekonomian negara berjalan baik. Dia juga menyatakan harus cawe-cawe agar pemilu nanti bisa berjalan secara demokratis.
Jokowi mengingatkan agar pernyataannya soal cawe-cawe itu tidak disalahartikan. "Jangan terus dianggap saya cawe-cawe urusan politik praktis," kata dia menambahkan.
Termasuk dalam urusan mengundang para pimpinan parpol, ditegaskannya sebagai upaya untuk memastikan negara ini tetap berjalan baik pada masa mendatang. Hal yang disampaikannya dalam pertemuan dengan para pimpinan parpol, kata Jokowi, adalah soal kesempatan emas Indonesia yang tidak boleh dilewatkan.
"Tiga belas tahun ke depan sangat menentukan," ujar Jokowi menegaskan.