Rabu 21 Jun 2023 19:50 WIB

BPS: Data ST2023 Bisa Jadi Rujukan Kebijakan Strategis Pertanian yang Tepat Sasaran

Cakupan responden ST2023 disebut lebih luas dibandingkan responden sensus 2013 lalu.

Ilustrasi lahan pertanian.
Ilustrasi lahan pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sensus Pertanian 2023 (ST2023) telah dimulai sejak 1 Juni 2023 hingga 31 Juli 2023 untuk memberikan gambaran terkait kondisi sektor pertanian Indonesia terkini secara komprehensif. ST2023 menjadi sensus pertanian ketujuh yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak dimulai pada tahun 1963 berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. 

Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto  berharap data hasil ST2023 dapat menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan strategis di sektor pertanian yang lebih tepat sasaran. Responden yang disasar oleh ST2023 terdiri dari Usaha Pertanian Perorangan (UTP) seperti petani perorangan, nelayan, pembudidaya ikan, pembudidaya tanaman kehutanan, dan lain-lain, kemudian Usaha Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan Usaha Pertanian Lainnya (UTL) seperti kelompok tani, kegiatan pertanian yang dilakukan pondok pesantren, dan lain-lain.

Baca Juga

Direktur Statistik Tanaman Pangan, Holtikultura, & Perkebunan BPS Kadarmanto mengatakan bahwa cakupan responden ST2023 lebih luas dibandingkan cakupan responden Sensus Pertanian pada 2013 lalu, yang hanya menyensus rumah tangga petani atau UTP. 

Pada ST2013 pengumpulan data dilakukan hanya dengan menggunakan metode Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI). Sementara pada ST2023, pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode, yang terdiri dari PAPI, Computed Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI). 

"ST2023 sekarang memiliki inovasi berupa penggunaan tiga metode pengumpulan data, yakni PAPI, CAPI, dan CAWI, karena cakupan respondennya lebih lengkap, tidak hanya rumah tangga pertanian, tapi juga usaha pertanian,” kata Kadarmanto, Rabu (21/6/2023).

Dengan metode PAPI, petugas menggunakan kuesioner kertas saat mewawancarai responden. Sementara itu, dengan metode CAPI, petugas menggunakan kuesioner elektronik yang tersedia dalam gawai atau ponsel mereka saat mewawancarai responden. 

Selanjutnya, metode CAWI memungkinkan responden menjawab kuesioner secara mandiri melalui aplikasi web.  Perbedaan metode sensus untuk setiap jenis responden 

Petugas ST2023 akan menggunakan metode PAPI dan CAPI untuk menyensus Unit Pertanian Perorangan (UTP) dengan dua pendekatan berbeda antara daerah konsentrasi UTP dan non konsentrasi UTP.

Untuk menyensus UTP di daerah konsentrasi UTP baik di pedesaan maupun di perkotaan, petugas akan mendatangi petani dari rumah ke rumah atau door to door guna melakukan sensus dengan metode PAPI atau CAPI.

Sementara itu, di daerah non konsentrasi UTP, petugas akan melakukan pendekatan snow ball, yakni dengan mendatangi ketua Rukun Tetangga (RT) setempat untuk bertanya mengenai siapa saja UTP yang tinggal di wilayah RT tersebut. 

Setelah menyensus UTP yang bersangkutan, petugas ST2023 akan menanyakan apakah UTP tersebut mengenal tetangga mereka yang juga petani tapi belum disurvei oleh BPS. "Jadi responden UTP di daerah non konsentrasi bisa bertambah banyak seperti bola salju (snow ball) yang semakin lama semakin besar. Dengan ini, sensus yang dilakukan di daerah non konsentrasi UTP seperti Jakarta, akan lebih efektif," kata Kadarmanto. 

Petugas sensus akan mendatangi pelaku usaha pertanian dengan menggunakan atribut resmi yang mudah dikenali, yakni topi berlogo ST2023, tanda pengenal, dan dilengkapi surat tugas dari BPS kabupaten atau kota setempat.

Sementara itu, untuk UPB biasanya lebih terorganisir, BPS mengutamakan pelaksanaan sensus dengan metode CAWI dimana setiap UPB akan dikirim whatsapp blast berisi tautan atau link kuesioner online yang perlu diisi. Untuk UTL diutamakan memakai CAPI.

"Jadi kita tawarkan kepada UPB untuk melakukan pengisian kuesioner secara mandiri. Kalau tidak ada respons, atau mereka merespons dengan meminta petugas mendatangi mereka, kami akan minta petugas datang dan melakukan sensus dengan metode CAPI. Sedangkan UTL yang awalnya memakai CAPI jika tidak bisa maka dimitigasi untuk menggunakan CAWI," katanya. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement