REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Sukamta, dari Fraksi PKS menilai pembelian jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar sejumlah 12 unit dan mencapai Rp 11,8 triliun berpotensi menimbulkan masalah di masa depan. Sebab, pesawat Mirage 2000-5 telah dipakai Qatar sejak 26 tahun lalu, sedangkan usia aktif pesawat tempur berkisar 30 hingga 40 tahun.
"Pembelian pesawat Mirage 2000-5 ini bisa menjadi bom waktu. Sepuluh tahun lagi, pesawat ini akan masuk museum, anggaran pembelian nyaris Rp 12 triliun belum termasuk perawatan," ujar Sukamta lewat keterangannya, Rabu (21/6/2023).
Harga pesawat bekas tersebut sangat mahal dan tidak efektif dalam usia penggunaan. Padahal, jika membeli pesawat baru, anggaran itu cukup untuk membeli 12 pesawat tempur Boeing F/A-18E/F Super Hornet seharga 67,4 juta dollar AS.
"Bahkan, bisa membeli pesawat tempur baru 9-10 buah kisaran harga Rp 1,2-1,3 triliun pesawat seperti McDonnell Douglas F-15EX Strike Eagle, Sukhoi Su-35 Flanker E, Saab JAS 39E/F Gripen, Lockheed Martin F-35A," ujar Sukamta.
Pengadaan pesawat tempur bekas juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Sebab, pembelian pesawat bekas jelas tidak melibatkan industri pertahanan dalam negeri.
"Sehingga alih teknologi dan penggunaan bahan baku pembuatan alutsista yang berasal dari dalam negeri tidak akan ada," ujar Sukamta.
Di samping itu, tidak ada jaminan ketersediaan suku cadang, perawatan, dan perbaikan kerusakan dari produsen jet tempur Mirage 2000-5. Jaminan dukungan perbaikan hanya terbatas selama tiga tahun, yang justru berpotensi menimbulkan masalah di masa depan.
"Biaya perawatan yang tinggi, pesawat Mirage 2000-5 telah dipakai Qatar sejak 26 tahun lalu. Sedangkan, usia aktif pesawat tempur antara 30-40 tahun. Artinya sekitar 10 tahun lebih sedikit pesawat ini bisa dipakai secara optimal dengan catatan perawatan dan suku cadang tidak ada masalah," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengemukakan alasan pembelian 12 unit pesawat tempur Mirage 2000-5. Salah satunya pembelian ini merupakan salah satu bentuk transfer teknologi untuk pilot-pilot TNI AU sebelum nantinya mereka menggunakan pesawat tempur baru Dassault Rafale.
Ia saat jumpa pers di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, menjelaskan Mirage 2000-5 dan Dassault Rafale memiliki teknologi kompatibel karena keduanya dibuat oleh perusahaan yang sama, yakni Dassault Aviation dari Prancis.
"Mirage 2000-5 ini sangat canggih dan teknologinya hampir sama, istilahnya sangat kompatibel dengan Rafale. Berarti ini bisa dikatakan proses penyesuaian pilot-pilot kita dengan teknologi menuju Rafale. ToT (transfer teknologi)-nya karena ini bukan pesawat yang baru, pertama kita punya penerbang dan kru maintenance (pemeliharaan) belajar dengan teknologi ini," ujar Prabowo.
Nawir Arsyad Akbar