Rabu 21 Jun 2023 21:19 WIB

Wakil Ketua MPR: Kecerdasan Buatan Bisa Berpotensi Jadi Ancaman Jika tak Diantisipasi

Pemerintah mengaku regulasi terkait AI belum konvergen untuk mengantisipasi dampaknya

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) saat membuka diskusi daring
Foto: dok pribadi
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) saat membuka diskusi daring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) mengingatkan semua pihak untuk bijaksana menyikapi perkembangan teknologi informasi, terutama terkait kecerdasan buatan. Menurut Ririe, kecerdasan buatan memiliki sisi baik dan buruk sekaligus.

Ia mengatakan, penyikapan terhadap kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sangat dipengaruhi bagaimana masyarakat menempatkan perkembangan teknologi dalam aspek kemanusiaan itu sendiri. Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini mengingatkan, salah satu kekhawatiran munculnya kecerdasan buatan adalah semakin bergantungnya manusia pada teknologi sehingga membuat manusia semakin kehilangan nilai.

Baca Juga

Bahkan, kecerdasan buatan bisa menjadi bumerang yang membuat manusia tunduk pada alat yang diciptakannya sendiri. "Dunia semakin cerdas dengan teknologi berkembang cepat, bila tidak disikapi secara bijaksana akan jadi ancaman," tutur Ririe saat membuka diskusi daring "Sikap dan Kebijakan Indonesia tentang Kecerdasan Buatan", dalam keterangan Rabu (21/6/2023).

Anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah ini menambahkan, perlu kebijakan antisipatif dan adaptif sebagai panduan etis dan legal dalam menyikapi ppemanfaatan kecerdasan buatan. Rerie menegaskan, salah satu kekhawatiran adalah semakin manusia bergantung pada teknologi, manusia akan semakin kehilangan nilai. Selain itu, kecerdasan buatan dengan ragam aplikasi cerdas dapat mengganti peran pekerja di berbagai sektor, termasuk pendidikan.

Founder Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika), Bambang Riyanto Trilaksono mengatakan pada awalnya AI adalah cara manusia membuat komputer lebih cerdas, sehingga dapat mengatasi masalah sesuai dengan yang dipikirkan manusia. Ia mengatakan, penerapan AI, bisa memberi dampak yang luas.

Misalnya, di Amerika Serikat dan Tiongkok, pemanfaatan AI mampu berdampak pada peningkatan GDP secara signifikan. Di sejumlah negara, AI sudah diterapkan di banyak sektor seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, perbankan, ritel, media, ekonomi, hingga politik.

Namun, di sisi lain, bila AI berada di tangan orang yang tidak bertanggung jawab, potensi bias akan semakin besar. Sebab, AI merupakan teknologi yang paling berdampak sehingga harus diwaspadai dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Saat ini, Korika bersama sejumlah lembaga lain sedang berupaya menyusun strategi nasional dalam pengembangan AI. Yakni melalui pendekatan etika, infrastruktur, edukasi, dan riset serta teknologi.

Pelaksana Tugas Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Teguh Arifiadi mengakui kondisi yang dihadapi pemerintah saat ini yakni konsep teknologi AI sudah konvergen. Namun, regulasi yang ada belum konvergen untuk mengantisipasi dampaknya.

Ia mengaku, pemerintah, mendekati kebijakan terkait AI dengan sejumlah penerapan regulasi terkait infrastruktur, digital platform, dan konten. Teguh menegaskan, pemerintah berupaya dalam penerapan regulasi pada pemanfaatan AI mendorong agar terciptanya kedaulatan data harus dijaga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement