REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kaisar Jepang Naruhito secara khusus mengunjungi Balai Teknik Sabo di Maguwoharjo, Sleman, dalam lawatannya ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (21/6/2023). Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan kunjungan tersebut dilakukan lantaran Naruhito memiliki ketertarikan khusus di bidang pengairan.
Sabo Dam merupakan kerja sama Indonesia-Jepang yang telah dimulai sejak 1958 dalam kerangka Colombo Plan. Lebih lanjut, Basuki menjelaskan cara kerja Sabo Dam. Intinya, sabo adalah dam untuk menampung sedimen atau pasir.
"Sabo itu di bahasa Jepang itu pasir, jadi Sabo Dam itu bukan dam biasa yang menampung air tapi menampung pasir. Airnya lewat tapi pasirnya ditahan, ini yang selalu dipakai di tambang. Tidak dilarang tapi harus diatur, sehingga saat tidak ada letusan dia ditambang, diatur, makanya ada integrated sediment management," katanya.
Sejak tahun 1970 sudah banyak ahli dari Jepang yang dikirim ke Indonesia untuk membantu mendesain Sabo. Saat ini sudah lebih dari 100 engineer indonesia yang dilatih di Jepang tentang Sabo. Sejumlah pakar Sabo Jepang yang pernah membantu Indonesia, antara lain Tomoaki Yakota (1970-1972), Tadahiro Matsushita (1973-1976), Tomio Hirozumi (1973-1976), Fumito Watanabe (2003-2004), dan Masaaki Nakano (1992-1995).
Salah satu lokasi Sabo Dam di Indonesia terdapat di Gunung Merapi. Berdasarkan masterplan total sabo yang dibutuhkan sebanyak 367 unit dengan kapasitas 26,7 juta meter kubik pasir. Saat ini sudah ada 277 Sabo dam di Merapi dengan kapasitas 15 juta meter kubik pasir. "Jadi masih butuh 97 (Sabo dam) lagi untuk kapasitas 11 juta lebih meter kubik pasir," katanya.
Kunjungan Kaisar Naruhito di Balai Teknik Sabo terbilang singkat. Namun, Basuki mengatakan kunjungan tersebut meninggalkan kesan baik terhadap Kaisar Naruhito. "Mereka surprise bahwa sejak 1958 ini gedungnya masih dipakai, laboratoriumnya masih berfungsi," kata Basuki.