REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rutan Klas I Jakarta Timur cabang Gedung Merah Putih. Praktik curang ini diduga dilakukan agar para tahanan bisa mendapatkan fasilitas tertentu yang sebenarnya dilarang saat mendekam di rutan.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa rutan itu tempat yang terbatas, terbatas tentang komunikasi, tentang fasilitas dan lainnya. Untuk dapat fasilitas-fasilitas itu, ada duit masuk yang mestinya tidak boleh bawa duit, tapi untuk memasukkan duit itu, butuh duit. Atau tidak boleh berkomunikasi, untuk kemudian berkomunikasi butuh alat. Itu butuh duit," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan, Rabu (21/6/2023).
Ghufron pun tak membantah jika perbuatan pegawainya itu salah. Oleh karena itu, dia berjanji bakal menindak tegas para pelaku.
"Personal KPK bisa salah. Namun, kami pastikan setiap kesalahan tersebut akan kami proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kami memastikan insan KPK yang bermasalah akan ditindak secara tegas," ujar Ghufron.
Selain itu, KPK juga memersilakan keluarga tahanan untuk melapor jika ada oknum pegawai rutan yang meminta sejumlah uang. Seluruh informasi yang diterima, nantinya bakal ditelaah untuk membantu pengusutan dugaan pungli ini.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Berdasarkan data sementara yang dikantongi Dewas, nilainya ditaksir mencapai Rp 4 miliar. Namun, jumlah tersebut masih dapat bertambah.
"Periodenya Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara, mungkin akan berkembang lagi," ujar anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Albertina menjelaskan, pungli ini dilakukan terhadap para tahanan di Rutan KPK. Dia menyebut, pungutan tersebut salah satunya dalam bentuk setoran tunai menggunakan rekening pihak ketiga.