REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar sampai saat ini belum memutuskan sikap untuk Pilpres 2024. Pengamat politik, Saiful Mujani melihat, potensi Golkar bergabung ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) masih terbuka.
Ia menuturkan, kemungkinan KPP membutuhkan partai lain muncul jika Partai Demokrat bergabung ke PDIP. Saiful merasa, poros jadi tiga atau dua tidak bisa dihindarkan karena jumlah partai yang semakin sedikit.
Apalagi, jika PPP dan Demokrat gabung ke PDIP, ditambah partai-partai non-parlemen mereka sudah mengumpulkan suara 35 persen lebih. Saat itu terjadi, sudah tidak bisa dihindarkan maksimal tiga poros yang akan ada.
Dari sana, Saiful menekankan, nasib KPP tentu menjadi berubah karena harus mencari dua partai parlemen lain yang belum memutuskan. Baik Partai Golkar atau PAN, itu tergantung tawaran yang mereka berikan.
"Terbuka kemungkinan PAN atau Golkar atau keduanya bergabung dengan KPP, terutama Golkar karena Golkar ini hubungannya dengan Nasdem cukup dekat, mereka satu family sebenarnya, menjadi sangat terbuka kemungkinan itu," kata Saiful, Kamis (22/6).
Terlebih, Golkar belum memutuskan Airlangga bisa jadi nomor satu, nomor dua atau tidak. Sedangkan, amanat partai agar ketua partainya menjadi nomor satu atau nomor dua atau tidak ditentukan oleh sang ketua umum.
Pendiri SMRC ini melihat, bisa saja Anies tetap nomor satu dan Golkar masuk karena sudah cukup. Airlangga menjadi nomor dua itu mungkin saja terjadi karena keadaan memaksa dan tidak ada jalan lain yang terbuka.
Lagipula, lanjut Saiful, Anies tetap masih memiliki peluang, belum betul betul tertinggal jauh dalam kompetisi ini.Bahkan, sekalipun PKS pergi kembali mengusung Prabowo, koalisi Golkar dan Nasdem cukup untuk maju.
"Menarik kalau proses inovasi yang dilakukan Demokrat memang terjadi dan bersama PDIP itu akan mengubah banyak sekali peta koalisi," ujar Saiful.