Kamis 22 Jun 2023 18:33 WIB

Gugatan Kejaksaan Dilarang Usut Korupsi, Pakar Pidana: Penanganan Korupsi Harus Luar Biasa

UU mengatur kewenangan Kejaksaan menyelidiki perkara khusus, termasuk korupsi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Joko Sadewo
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga harus ditangani secara luar biasa. Foto ilustrasi Kejaksaan Agung menangkap tersangka WP dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI.
Foto: Puspenkum Kejaksaan Agung
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga harus ditangani secara luar biasa. Foto ilustrasi Kejaksaan Agung menangkap tersangka WP dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Ilham Yuli Isdiyanto menyebut bahwa tindak pidana korupsi sudah menjadi extraordinary crime atau kejahatan yang luar biasa di Indonesia. Untuk itu, penanganan perkara ini pun harus dilakukan secara luar biasa.

Hal ini disampaikan Ilham menyusul adanya judicial review (JR) atas UU Kejaksaan dan meminta kewenangan Kejagung menyidik perkara korupsi dihapus. "Kita melihat korupsi itu sudah menjadi extraordinary crime, kejahatan yang luar biasa, maka penanganannya pun harus luar biasa," kata Ilham kepada Republika.

Ilham pun menekankan tiga aspek dalam hukum yang tidak bisa dinegasikan terkait persoalan ini. Mulai dari aspek sosiologis, aspek filosofis, dan aspek yuridis. Dalam aspek yang pertama, menurutnya secara sosiologis masyarakat membutuhkan bahwa korupsi itu harus sesegera mungkin diberantas.

Meski begitu, dalam pandangan yang sama pada aspek sosiologis ini, masyarakat juga memiliki hak dalam mengajukan JR dan mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini, kata Ilham, tidak bisa dianulir karena dijamin secara hukum.

Pada aspek filosofis, Ilham menjelaskan bahwa setiap bentuk kewenangan itu memiliki kelembagaan khusus dengan beberapa tujuan. Tujuan pertama yakni untuk menunjang profesionalisme, yang kedua yakni agar adanya proses kontrol antara kelembagaan.

Pada aspek yuridis, dikatakan Ilham, pemahaman Kejagung atau penuntut umum, ketentuannya memang sebagai penuntut dan melaksanakan keputusan pengadilan. Namun, secara khusus juga disebutkan tentang adanya kewenangan penuntut umum yang diatur dalam perundang-undangan terkait penyidikan pada kasus-kasus tertentu.

"Diatur dalam undang-undang ini apa? Dilihat dalam UU berkaitan dengan tipikor (tindak pidana korupsi), yang mana ada kewenangan penyidikan, sekaligus ada kewenangan penuntutan. Secara regulasi kalau kemudian sudah diatur dalam regulasi, pada dasarnya itu kan sudah legal, jadi tidak ada masalah," kata Ilham.

Tetapi, dalam pemahaman konstruksi teoritiknya, Ilham memang melihat idealnya kewenangan penyidikan tidak berada di suatu lembaga yang juga melakukan penuntutan. Sebab, ada ketakutan bahwa keadilan ini tidak mampu terdistribusikan dengan baik.

"Karena kalau dalam sistem hukum nasional kita, tujuan hukum yang utama adalah menyelenggarakan dan menegakkan keadilan, bukan menegakkan hukum itu sendiri," kata Ilham.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement