Jumat 23 Jun 2023 11:04 WIB

Oposisi Senegal Ajukan Gugatan Terhadap Pemerintah di Pengadilan Prancis

Gugatan tersebut terkait dengan tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Demonstran melempari polisi dengan batu saat unjuk rasa di Dakar, Senegal, Sabtu, 3 Juni 2023.
Foto: AP Photo/Leo Correa
Demonstran melempari polisi dengan batu saat unjuk rasa di Dakar, Senegal, Sabtu, 3 Juni 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Seorang pengacara untuk pemimpin oposisi Senegal mengajukan tuntutan pidana di pengadilan Prancis pada Kamis (22/6/2023). Pengacara tersebut juga menyerukan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki tindakan keras mematikan yang dilakukan pemerintah Senegal terhadap pengunjuk rasa.

Dokumen setebal 168 halaman itu menuduh Presiden Macky Sall dan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengajuan tuntutan itu terjadi setelah protes mematikan awal bulan ini, yangdipicu oleh tuduhan kriminal terhadap pemimpin oposisi Ousmane Sonko yang diyakini para kritikus bermotivasi politik.

Baca Juga

Pengajuan tuntutan pengadilan itu merinci 50 kematian sejak Maret 2021. Tuntutan itu menyebut presiden Senegal, menteri dalam negeri, kepala polisi, bersama dengan lebih dari 100 pejabat Senegal dan Prancis lainnya terlibat dalam kekerasan bermotivasi politik terhadap demonstran tak bersenjata, aktivis, jurnalis, pengacara, dan warga negara biasa.

“Ini sesuai dengan semua kriteria ICC untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dalam hal gravitasi, dalam hal yurisdiksi,” kata pengacara Sonko, Juan Branco, dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press.

Branco menyusun dan menyajikan lebih dari 600 bukti dalam pengajuan tuntutan resmi. Branco sebelumnya pernah mewakili pendiri WikiLeaks, Julian Assange dan anggota gerakan Gilets Jaunes di Prancis.

Sejauh ini, tidak ada reaksi dari Pemerintah Senegal terhadap pengajuan tuntutan itu. Tetapi pihak berwenang membantah bahwa tindakan polisi merupakan kekuatan yang berlebihan.

Branco mengutip berbagai alasan untuk mengajukan pengaduan di Prancis, termasuk fakta bahwa beberapa orang yang dirugikan oleh tanggapan pemerintah adalah warga negara ganda Prancis dan Senegal.  Langkah tersebut j dimaksudkan untuk menghindari sistem peradilan yang korup di Senegal.

“Ini adalah yurisdiksi yang ditakuti oleh orang-orang yang kami targetkan,” kata Branco.

Tim kuasa hukum Sonko berharap jaksa ICC akan menangani kasus ini dengan serius, karena kekuatan dan ruang lingkup bukti sudah cukup jelas. "Kami sangat berharap dia segera membuka pemeriksaan pendahuluan atas kasus Senegal. Dan kami pikir dia memiliki cukup bukti pada tahap ini untuk benar-benar pergi ke ruang praperadilan dan meminta untuk membuka penyelidikan," kata Branco.

Sonko telah lama dipandang sebagai ancaman politik terbesar bagi partai yang berkuasa di Senegal dalam pemilihan presiden tahun depan. Sonko menghadapi diskualifikasi setelah dijatuhi hukuman penjara dua tahun awal bulan ini menyusul hukumannya atas tuduhan korupsi pemuda.

Dalam kasus lain yang diajukan terhadapnya, Sonko dibebaskan atas tuduhan memperkosa seorang wanita yang bekerja di panti pijat dan mengancam akan membunuhnya. Pihak berwenang mengatakan, Sonko dapat meminta pengadilan ulang setelah dia dipenjara.  Surat perintah penangkapan belum dikeluarkan dan tidak diketahui kapan dia akan ditahan.

Pendukung Sonko berpendapat bahwa masalah hukum adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menggagalkan pencalonannya. Sementara vonis terhadap Sonko memicu demonstrasi di seluruh Senegal.

Sonko menempati posisi ketiga dalam pemilihan presiden Senegal 2019 dan populer di kalangan pemuda negara itu. Sonko telah meminta presiden petahana untuk menyatakan secara terbuka bahwa dia tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Tapi Sall menyatakan bahwa dia tidak akan mundur. Pekan ini Sall berada di Paris untuk bertemu pejabat Eropa dalam konferensi keuangan iklim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement