REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) pada Kamis (22/6/2023) menaikkan suku bunga sekali lagi menjadi 50 basis poin (bps) atau 0,5 persen. Langkah itu dinilai mengejutkan di tengah tingkat inflasi membandel di Inggris sebesar 8,7 persen.

Kenaikan suku bunga ini adalah kenaikan tarif ke-13 berturut-turut. Kenaikkan suku bunga sebesar 0,5 persen oleh BoE ini diluar prediksi, sebab pasar mengharapkan kenaikan suku bunga 0,25 persen.

Gubernur Bank of England Andrew Bailey, berkata, BoE menaikkan suku bunga menjadi lima persen menyusul data terbaru yang menunjukkan butuh tindakan lebih lanjut untuk menurunkan inflasi. "Ekonomi berjalan lebih baik dari yang diharapkan, tetapi inflasi masih terlalu tinggi dan kita harus menghadapinya," kata Bailey dilansir Zawya, Kamis (22/6/2023).

Kenaikan suku bunga akan meningkatkan biaya pinjaman dan akan berdampak sangat berat kepada nasabah kredit perumahan (KPR). Nasabah KPR dengan bunga variauif (floating) akan menanggung pembayaran lebih mahal. Meskipun mereka menegosiasikan ulang pinjaman dengan suku bunga tetap.

"Angka Indeks Harga Konsumen (CPI) secara tahunan (year on year/ yoy) 8,7 persen, lebih panas dari perkiraan. Inggris tetap membutuhkan tingkat yang lebih ketat untuk waktu yang lebih lama. Sangat mungkin Bank of England menaikkan atau mempertahankan suku bunga di setiap pertemuan hingga akhir 2023 menyusul kenaikan setengah poin persentase hari ini," kata Senior Market Strategist di The Broker Internasional ADSS, Mahmoud Alkudsi.

Alkudsi melanjutkan, biaya pinjaman rumah dua tahun telah meningkat secara signifikan di Inggris, mencapai tingkat enam persen. Pada tingkat ini, cicilan bulanan nasabah KPR akan meningkat secara signifikan.

"Itu memengaruhi daya beli mereka dan meningkatkan kemungkinan resesi yang dalam di Inggris. Apalagi tingkat suku bunga BoE sekarang adalah yang tertinggi sejak April 2008," kata Alkudsi.

Ikuti Whatsapp Channel Republika