Jumat 23 Jun 2023 12:50 WIB

Apakah Rekomendasi MUI dan Ormas Islam Soal Al Zaytun Harus Ditaati Pemerintah dan Umat?

MUI dan Ormas Islam telah mengeluarkan rekomendasi soal Al Zaytun.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Apakah Rekomendasi MUI dan Ormas Islam soal Al Zaytun Harus Ditaati Pemerintah dan Umat? Foto: Buku-buku fatwa (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Apakah Rekomendasi MUI dan Ormas Islam soal Al Zaytun Harus Ditaati Pemerintah dan Umat? Foto: Buku-buku fatwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi Islam telah mengeluarkan fatwa serta rekomendasi berkaitan dengan sejumlah penyimpangan ajaran yang terjadi di Ma'had Al Zaytun. Misalnya saja, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) yang telah mengeluarkan fatwa tentang Al Zaytun yang memiliki paham dan gerakan sesat dan menyesatkan. Sementara itu, Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa hukum memondokkan anak di Ma'had Al Zaytun adalah haram. MUI juga telah mengeluarkan rekomendasi dalam menangani Al Zaytun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim MUI pada 2002.

Terlepas dari itu semua, bagaimana kedudukan fatwa dan rekomendasi dari ormas-ormas Islam serta MUI kaitannya dalam pengambilan keputusan negara serta bagi setiap individu Muslim? Apakah fatwa dan rekomendasi dari ormas Islam dan MUI itu wajib ditaati?

Baca Juga

Berkaitan dengan hal ini, Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam UIN Raden Mas Said Surakarta yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan Surakarta, KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, menjelaskan fatwa berarti adalah jawaban dari para mufti terhadap terjadinya keragaman pendapat dari masalah-masalah keumatan.

Kiai Mustain mengatakan, orang-orang yang berhak mengeluarkan fatwa atau sebagai mufti itu harus memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam kitab An Nafahat 'Ala Syarah Al Waraqat karya Ahmad bin Abdul Latif, di antaranya adalah harus menguasai ilmu fikih secara mendalam, mengetahui ushul dan furu' dalam fikih, mengetahui pendapat dan khilafiyah para ulama baik dalam mazhabnya maupun di luar mazhabnya. 

Selain itu orang yang berhak mengeluarkan fatwa juga harus menguasai perangkat-perangkat ilmu untuk berijtihad, seperti menguasai ilmu nahwu secara mendalam, menguasai ilmu bahasa, menguasai ilmu tafsir dan hadits secara mendalam terutama berkaitan dengan hukum-hukum, serta mengetahui profil ulama-ulama hadis, serta orang yang alim juga tidak boleh taklid. 

Tentang posisi MUI dan fatwa serta rekomendasi yang dikeluarkannya, kiai Mustain menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 151 Tahun 2014, MUI adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan cendekiawan Muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional. 

Karena itu, kiai Mustain mengatakan, MUI adalah mitra pemerintah dalam mewujudkan pembangunan kehidupan yang Islami. Tugas MUI, kata dia, adalah memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat bagi terwujudnya ukhuwah Islamiah dan terciptanya kerukunan antarumat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa. 

"Fatwa MUI itu tidak menjadi yang harus ditaati oleh setiap warga negara Indonesia, tetapi tentu mendengarkan fatwa ulama menjadi pertimbangan utama, menjadi salah satu pertimbangan yang harus ditempatkan pada posisi yang paling penting. Sekali lagi, walaupun MUI tidak menjadi fatwa yang wajib ditaati, MUI mendapatkan posisi yang penting di dalam pertimbangan Negara untuk menetapkan kebijakan yang  menimbulkan ukhuwah menimbulkan kebahagian bersama," kata kiai Mustain kepada Republika.co.id pada Jumat (23/06/2023).

Begitu pun dengan fatwa serta rekomendasi organisasi-organisasi Islam yang juga tidak dapat mengikat terhadap setiap warga. Meski demikian, fatwa dan rekomendasi yang dikeluarkan ormas-ormas Islam menjadi pertimbangan baik bagi masyarakat yang mengikuti organisasi itu ataupun pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan. 

"Misalnya, LBM NU sering mengeluarkan pendapat-pendapat, pendapat itu biasanya diikuti oleh orang yang mengikuti NU, tetapi tidak bisa mengikat. Tetapi, itu menjadi  pertimbangan utama, menjadi sebab kita semakin terarah," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement