Jumat 23 Jun 2023 19:13 WIB

Makan Sate dan Steak Terlalu Banyak Tingkatkan Risiko Kanker, Benarkah?

Daging merah jika dimasak dengan suhu terlalu panas akan berubah jadi karsinogen.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Sate (ilustrasi). Sate atau steak dianggap menjadi makanan yang dapat meningkatkan risiko kanker karena mengandung zat karsinogen.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sate (ilustrasi). Sate atau steak dianggap menjadi makanan yang dapat meningkatkan risiko kanker karena mengandung zat karsinogen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Raya Idul Adha menjadi salah satu momen yang dinantikan umat Islam di seluruh dunia. Pasalnya perayaan Idul Adha tak lengkap tanpa adanya panganan berbahan dasar daging sapi atau kambing, yang kemudian dikonsumsi bersama dengan kerabat atau teman-teman dekat dengan cara dibakar dalam bentuk steak atau sate.

Mengonsumsi makanan daging dengan cara dibakar seperti sate atau steak sangat menggugah selera dan menjadi favorit banyak orang karena memiliki cita rasa yang enak. Namun, sate atau steak dianggap menjadi makanan yang dapat meningkatkan risiko kanker karena mengandung zat karsinogen. Benarkah demikian?

Baca Juga

Konsultan hematologi dan onkologi medik Eka Hospital Cibubur, dr Andhika Rachman, mengatakan karsinogen merupakan zat kimia yang terbentuk melalui proses pembakaran. Zat karsinogen terbentuk saat daging dipanggang dan dipengaruhi oleh temperatur tinggi dalam waktu panggang yang lama. Hal ini membuat sate atau steak tampak menghitam atau gosong.

"Karsinogen dapat menyebabkan kerusakan sel yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penyakit kanker," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (23/6/2023).

Dia mengatakan, pada sate atau steak, asam amino, gula, dan kreatina dalam daging merah akan bereaksi pada suhu tinggi, yang membentuk heterocyclic amines (HCAs) atau zat yang membentuk karsinogen. "Daging merah jika dimasak dengan suhu terlalu panas akan berubah jadi karsinogen, seperti sate atau steak yang dibakar dengan arang membuat kandungan zat karsinogen menjadi lebih meningkat," ungkapnya.

Dia mengatakan, jika ingin mengonsumsi daging merah, disarankan memilih daging merah yang masih segar, yang kemudian masak daging itu dengan cara yang sehat. Hal ini akan lebih baik daripada mengkonsumsi daging olahan pabrik.

Selain mengolah daging merah dengan cara direbus atau dikukus, akan lebih baik daripada digoreng atau dibakar, hal ini akan membuat berkurangnya zat karsinogen pada daging tersebut.

"Bila zat karsinogen sudah masuk ke dalam tubuh kita, risiko kanker usus besar dapat terjadi. Gejala dari kanker usus besar adalah buang air besar (BAB) tidak tuntas, pendarahan, sering kram, lemas, dan penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas," ujarnya.

Berdasarkan kelompok usia, kanker usus besar terbagi dari dua yakni kelompok risiko rendah atau orang yang memiliki berat badan berlebih, sering memiliki masalah pencernaan dan memiliki gaya hidup sehat. Sebaliknya dilakukan deteksi dini setiap lima tahun ketika berusia 45 tahun. Sedangkan kelompok dengan risiko tinggi merupakan orang yang memiliki sejarah kanker usus besar di keluarganya dan sebaiknya melakukan pemeriksaan ketika berusia di atas 30 tahun.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement