REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Jamaah haji sering mendengar istilah Mina Jadid. Sebenarnya, istilah tepatnya bukan Mina Jadid atau Mina Baru, tetapi perluasan area Mina. Ini diijtihadkan seiring dengan bertambahnya jumlah jamaah haji, sementara area Mina tidak bertambah, mulai dari zaman Rasulullah SAW hingga kini.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa, menjelaskan tentang mabit atau menginap atau bermalam di Mina Jadid. Para ulama sudah berfatwa bahwa mabit di Mina Jadid adalah Mina.
Ia mengatakan, maka jamaah haji harus meyakini fatwa para ulama tersebut. "Jadi para jamaah haji tidak harus ragu dengan yang mengatakan ini (Mina Jadid) bukan Mina, sehingga kemudian ragu dan harus bergeser ke satu tempat dalam kondisi dipaksakan," kata Kiai Zulfa saat diwawancarai di Kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah, Jumat (23/6/2023).
Kiai Zulfa mengingatkan jamaah haji Indonesia agar meninggalkan keraguan kemudian ambil yang yakin. Kalau ulama sudah memutuskan itu pasti sudah berdasarkan pertimbangn dalil dan kajian dengan sangat matang.
Sebagaimana diketahui, kondisi cuaca di Makkah sangat panas bisa mencapai 46 derajat celsius, diperkirakan cuaca akan lebih panas lagi di padang Arafah tempat jamaah haji wukuf. Sehubungan dengan itu, jamaah haji Indonesia diimbau untuk wukuf di dalam tenda saja.
Kiai Zulfa juga mengingatkan bahwa tidak ada tuntunan secara khusus orang harus wukuf di Jabal Rahmah. Jika ada yang mengatakan Nabi Muhammad SAW wukuf di Jabal Rahmah, menurut para ulama itu tidak ada penjelasan haditsnya yang shahih.
"Dalam kondisi sekarang apalagi ketika cuaca ekstrem panas, jamaah haji sebaiknya tetap wukuf di tenda," kata Kiai Zulfa.
Kiai Zulfa mengingatkan, setelah wukuf, perjalanan ibadah haji masih panjang. Jamaah haji masih harus ke Muzdalifah untuk mabit dan mengambil batu. Selanjutnya jamaah haji mabit di Mina dan melempar jumrah. Setelah itu jamaah haji masih harus melakukan tawaf ifadah.