REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Kehakiman untuk pertama kalinya mendakwa perusahaan dan karyawan yang berbasis di Cina, karena memasok bahan kimia yang diperlukan untuk membuat fentanil. Fentanil menjadi pendorong utama krisis overdosis yang mencengkeram Amerika Serikat (AS).
Perusahaan secara terbuka mengiklankan bahan kimia di platform media sosial dan mengirimkannya secara diam-diam ke pembeli. Jaksa Agung Merrick Garland mengatakan, perusahaan menambahkan molekul untuk menghindari pengujian.
“Kami menargetkan setiap langkah pergerakan dan penjualan manufaktur fentanil, dari awal hingga akhir,” kata Garland.
Dua dari delapan orang yang didakwa telah ditangkap dalam penyelidikan Drug Enforcement Administration (DEA) terhadap empat perusahaan. DEA juga menyita lebih dari 200 kilogram bahan kimia prekursor yang diperlukan untuk membuat fentanil.
Opioid sintetik dianggap secara eksponensial lebih adiktif daripada heroin. Opioid sintetik menjadi penyebab utama kematian bagi orang Amerika yang berusia antara 18 tahun hingga 49 tahun.
Mereka memberi pelanggan cetak biru untuk membuat fentanil dan iklan bertarget ke Meksiko. Para kartel membuat sebagian besar fentanil yang berakhir di AS.
Tuduhan itu termasuk perdagangan fentanil, impor bahan kimia prekursor, dan pencucian uang. Satu perusahaan, Amarvel Biotech, mengunggah di situs webnya tentang pengiriman ke Culiacan, Meksiko, kota asal Kartel Sinaloa, yang menjadi subjek penuntutan besar-besaran yang diajukan dua bulan lalu. Perusahaan tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui email.
Wakil Jaksa Agung, Lisa Monaco mendesak pemerintah Cina untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan di negara mereka yang menjual bahan kimia untuk membuat fentanil. “Ini adalah masalah global yang menuntut solusi global,” kata Monaco.