Ahad 25 Jun 2023 16:28 WIB

Muncul Kabar ‘Bogor Kota Termiskin di Jabar’, Ini Klarifikasi BPS dan Pemkot

Dari 2015, BPS menyebut angka kemiskinan tidak pernah lebih dari 100 ribu orang.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Irfan Fitrat
Balai Kota Bogor.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Balai Kota Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Belum lama ini beredar kabar yang menyebut “Kota Bogor Jadi Kota Termiskin di Jawa Barat (Jabar)”. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memberikan klarifikasinya.

Berdasarkan data BPS, pada periode 2020 hingga 2022, angka kemiskinan di Kota Bogor disebut tidak menempati peringkat tertinggi dari total 27 kota/kabupaten di Provinsi Jabar. 

Baca Juga

Kepala BPS Kota Bogor, Daryanto, juga mengatakan, kabar yang menyebut warga miskin di Kota Bogor mencapai sekitar 500 ribu orang itu tidak benar.

“Menurut data sih enggak benar. Karena data (500 ribu) itu juga angkanya dari mana enggak jelas. Tapi, yang jelas, dari tahun 2015 sampai dengan sekarang, di Kota Bogor enggak pernah lebih dari 100 ribu jumlah warga miskinnya,” kata Daryanto, saat dikonfirmasi Republika, Ahad (25/6/2023).

Berdasarkan data BPS, Daryanto menyatakan, dari sekitar 1,1 juta penduduk Kota Bogor, pada 2020 persentase angka kemiskinannya di angka 6,68 persen. Kemudian pada 2021, saat kasus Covid-19 naik, angka kemiskinannya disebut  menjadi 7,24 persen dan pada 2022 turun menjadi 7,10 persen.

“Nah, (kabar 500 ribu warga miskin) itu data dari mana mungkin bisa dikonfirmasi. Karena itu menjadi semacam menjelekkan atau apa,“ kata Daryanto.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Protokol dan Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah Kota Bogor Abdul Manan Tampubolon mengatakan, mengacu data BPS (output tabel dinamis), jumlah penduduk miskin di Kota Bogor sekitar 75 ribu pada 2020. 

Kemudian pada 2021 menjadi sekitar 80.100 dan pada 2022 turun menjadi 79.200. Karena itu, Abdul menyebut kabar yang beredar soal “Kota Bogor Jadi Kota Termiskin di Jabar” merupakan disinformasi

“Disinformasi adalah informasi salah yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk mengelabui penerima pesan, sehingga memengaruhi opini publik dan penyebar pesan mendapatkan keuntungan tertentu atas tersebarnya informasi salah tersebut,” kata Abdul.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement