REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah turut menyoroti polemik terkait Pondok Pesantren Al Zaytun. Hal itu dinilai menjadi pelajaran bagi seluruh pihak, termasuk Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia, Kementerian Agama, dan pemerintah.
"Jangan sampai ada lembaga yang tidak sesuai dengan keindonesiaan dan yang Islam tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman," kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dr KH Tafsir di Solo, Ahad (25/6/2023)
Dikatakan pondok pesantren merupakan tempat untuk menunaikan ma'had, yakni menunjukkan janji dan tempat saling membangun komitmen.
"Pak kiai berjanji akan mendidik putra putri bapak ibu untuk menjadi anak yang saleh dan salihah. Santri janji akan menaati aturan yang ada. Kalau kemudian terjadi penyelewengan artinya ada bagian dari pengawasan yang belum maksimal," katanya.
Ia pun berharap proses investigasi yang dilakukan terkait Pondok Pesantren Al Zaytun tersebut tidak memakan waktu lama.
"Sekali lagi kalau ada penyimpangan dalam berbangsa dan bernegara serta nilai keislaman ya harus ditutup," katanya.
Lebih lanjut ia memastikan pengawasan pada pondok pesantren agar tetap berada dalam koridor organisasi kemasyarakatan Islam tersebut.
"Kami ada Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah atau LP2M yang bertugas mengembangkan dan membina supaya pondok pesantren Muhammadiyah tetap berada dalam koridor Muhammadiyah," tegas dia.
Selain itu, di internal Muhammadiyah juga ada badan pembina harian yang sehari-hari bertugas membina pondok pesantren.
"Baru di bawahnya ada direktur pondok, ustaz, dan ustazah. Insya Allah, tidak ada penyimpangan dan penyelewengan yang aneh-aneh," katanya.
Ia mengatakan saat ini di Jawa Tengah ada sebanyak 160 pondok pesantren Muhammadiyah baik besar maupun kecil dan Muhammadiyah Boarding School.