REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum bisa memblokir rekening yang berkaitan dengan dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan. Sebab, kasus ini masih di tahap penyelidikan.
"Pemblokiran hanya dapat dilakukan pada proses penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Ahad (25/6/2023).
Ali menjelaskan, pemblokiran rekening merupakan upaya paksa yang bisa dilakukan penegak hukum dalam tahap penyidikan. Hal ini untuk mencegah uang dalam rekening tersebut agar tidak dipindahkan karena diyakini berkaitan dengan penanganan suatu kasus.
Dia menambahkan, saat ini KPK masih mendalami dugaan pungli di salah satu cabang rutan miliknya. Seluruh informasi mengenai kasus ini, termasuk data dari PPATK bakal ditindaklanjuti.
"Kami segera analisis pada proses penyelidikan yang sedang kami lakukan," ujar Ali.
Adapun transaksi keuangan dalam kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rutan KPK disebutkan menggunakan cara transfer. Diduga ada lebih dari satu rekening yang digunakan.
"Saya lupa (jumlahnya), tapi lebih dari satu rekening," kata anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).
Syamsuddin enggan berkomentar lebih banyak mengenai pemilik rekening tersebut. Dia meminta masyarakat bersabar menanti hasil penyelidikan KPK terhadap kasus ini.
"Dewas sendiri tidak tahu, makanya kita tunggu saja hasil penyelidikan KPK," ujar Syamsuddin.
Sebelumnya, Dewas KPK mengungkap adanya dugaan pungli di Rutan KPK. Berdasarkan data sementara yang dikantongi Dewas, nilainya ditaksir mencapai Rp 4 miliar. Namun, jumlah tersebut masih dapat bertambah.
"Periodenya Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara, mungkin akan berkembang lagi," ungkap anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Albertina menjelaskan, pungli ini dilakukan terhadap para tahanan di Rutan KPK. Dia menyebut, pungutan tersebut salah satunya dalam bentuk setoran tunai menggunakan rekening pihak ketiga.