REPUBLIKA.CO.ID, WAINGAPU -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut ada 16 motif tenun asal daerah Sumba di Provinsi NTT yang berpotensi terancam punah.
"Dari pendataan pada 2022, motif tenun di Sumba secara keseluruhan yang terdata ada 85, tapi 16 di antaranya terancam punah," kata Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti dikutip Antara di NTT.
Irini menuturkan, 16 motif terancam punah itu tersebar di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sumba Barat. Penyebabnya adalah kebiasaan perajin yang tidak banyak memakai pola ketika menyelesaikan suatu tenun.
Biasanya situasi ini terjadi karena beberapa motif tidak bisa dipakai oleh sembarang orang. Misalnya motif patola ratu dan patola raja yang hanya boleh dipakai oleh raja atau ratu di suatu wilayah adat.
Kalaupun diproduksi kembali, jumlahnya pun tidak akan banyak, sehingga jumlahnya menjadi terbatas. Kemudian meskipun dijual dan banyak orang tidak mengerti makna dibalik sebuah kisah pada tenun, penenun tetap tidak mau membuatnya. "Jadi pasarnya terbatas," ujarnya.
Ancaman juga disebabkan oleh jumlah penenun yang menguasai motif-motif tadi cenderung mulai berkurang, karena generasi muda beranggapan jika menenun merupakan pekerjaan yang membosankan dan tidak kreatif.
Irini menyampaikan agar ke-16 motif itu bisa bertahan dari ancaman kepunahan, masyarakat perlu mempelajari tenun lebih mendalam. Terlebih bagi generasi muda yang berada di Sumba, supaya tenun tidak hanya dijadikan sekadar objek melainkan bagian dari kehidupan yang patut dijaga.
"Kalau kita tidak tahu produksi tenun akan semakin terbatas, dengan anggapan tenun bukan untuk dipakai secara umum. Makanya itu salah satu yang menyebabkan motif itu terancam punah," ujarnya.
Guna melestarikannya, Irini menyebutkan bahwa Kemendikbudristek siap memfasilitasi dengan mengadakan pameran untuk menyosialisasikan tenun dalam skala yang lebih luas lagi. Kajian mendalam soal tenun di daerah seperti Sumba juga terus digalakkan supaya bisa terus mengetahui situasi dari ekosistem tenun terkini.
Cara lain yang ingin diwujudkan oleh Kemendikbudristek adalah dengan melakukan digitalisasi melalui foto dan video sebagai media pembelajaran pengenalan tenun pada generasi selanjutnya, yang dirasa lebih menarik dan efektif.
"Kita belum melakukan digitalisasi secara utuh, itu masih dalam konteks pengambilan gambar, pengambilan video secara parsial. Kalau keinginan kita, digitalisasi bukan hanya menggunakan foto, film jadi sebuah sistem itu diawali dengan melakukan riset. Supaya ini tidak terbatas tahun, siapapun yang akan menggunakan jadi tidak parsial lagi," kata Irini menjelaskan.