Ahad 25 Jun 2023 23:45 WIB

Suami Istri yang Mengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dikukuhkan Jadi Guru Besar  

Prof Zuhri dan Prof Maemonah dikukuhkan sebagai guru besar

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Pasangan suami istri, Prof Zuhri dan Prof Maemonah dikukuhkan sebagai guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).
Foto: Republika/Muhyiddin
Pasangan suami istri, Prof Zuhri dan Prof Maemonah dikukuhkan sebagai guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pasangan suami istri, Prof Zuhri dan Prof Maemonah dikukuhkan sebagai guru besar rumpun ilmu agama oleh Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani.

Keduanya menandatangi Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang penetapan guru besar di lantai 2 Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023). 

Baca Juga

Selama ini, pasangan profesor itu bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Prof Zuhri berfokus pada studi Islam di Fakultas Ushuluddin, sedangkan Prof Maemonah berfokus pada pendidikan Islam di Fakuktas Tarbiyah dan Keguruan. 

Setelah acara pengukuhan, Prof Maemonah mengaku, pengukuhan ia dan suaminya sebagai guru besar terjadi tanpa perencanaan. "Tidak ada perencanaan, kebetulan aja bareng," ujar Prof Maemonah kepada Republika.co.id usai dikukuhkan sebagai guru besar bidang pendidikan  Islam di Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).

Prof Maemonah tampak senang bisa meraih guru besar bersama suaminya. Selama ini, ia bersama Prof Zuhri sudah sering berdiskusi membahas berbagai penelitian ilmiah. Setelah menyelesaikan studi S3, keduanya pun diharuskan menulis di jurnal berindeks scopus sebagai syarat utama seorang dosen bisa mendapat gelar profesor.

Dalam memenuhi syarat ini, Prof Maemonah menulis artikel tentang pergeseran otoritas pada pendidikan di era digital. Karena, menurut dia, sejak adanya Covid-19, orang sudah tidak lagi berfokus pada pola pembelajaran tatap muka. 

"Dari pergeseran itu menandakan adanya pergeseran dalam transfer pengetahun, pergeseran otoritas. Jadi bukan hanya kiai pesantren yang memiliki otoritas penuh, melainkan otoritas ini sekarang bisa dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kanal-kanal Youtube. Dan itu pengaruh dari covid," ucap perempuan yang sudah memiliki tiga anak ini.

Prof Zuhri pun merasa gembira bisa meraih gelar profesor bersama istrinya. Namun, dia mengakui bahwa istrinya lah yang lebih dulu menulis di jurnal berindeks Scopus. Proses pengajuan profesor istrinya pun lebih cepat dibandingkan dirinya. 

"Jadi scopus itu tidak bisa ditentukan planing-planing kita. Malah duluan ibu, masuknya duluan dia, prosesnya lebih cepat dia," ucap dosen jurusan Aqidah dan Filsafat Islam ini.

Untuk mendapatkan gelar profesor ini, Prof Zuhri telah menulis artikel berjudul “Beyond Syncretism: Evidence of the Vernacularization of Islamic Theological Terms in Javanese Literature in the 19th Century”. Dalam penelitiannya ini, Prof Zuhri berusaha menganalisis lebih dalam terkait sastra Jawa guna membahas post-sinkretisme dalam kajian Islam. 

Dalam penelitiannya, menurut Prof Zuhri, ada terminologi-terminologi teologi Islam yang justru mengonter kecenderungan Islam sinkritis yang dipahami oleh para orientalis. "Jadi, Islam Jawa katanya kan Islam sinkretis. Lalu saya katakan di dalam terminologi konsep-konsep tentang kata-kata tentang Alquran, tentang rasul, tentang Allah itu tidak bisa disinkretiskan dengan kalimat-kalimat yang lain dengan bahasa yang lain," kata Prof Zuhri.

"Jadi tetap masih eksis Islamnya. Tapi kemudian ada yang marah juga, ada profesor dari Leiden itu yang membaca. Katanya, ya tidak begitu bapak, tesis saya tidak mengatakan bahwa Islam Jawa itu sinkretis," jelasnya. 

Prof Zuhri menambahkan, dalam tiga tahun terakhir ini, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta setidaknya sudah melahirkan 25 profesor. Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari program profesorisasi yang digagas mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 2019 lalu, Prof Yudian Wahyudi.

Gagasan itu kemudian dilanjutkan oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekarang, Prof Al Makin. Dosen-dosen muda didorong untuk segera menempuh S3 dan dosen senior harus segera menulis di jurnal berindeks Scopus.

"Kalau di UIN itu, gagasan ini dimulai ketika Prof Yudian, pokoknya dosen yang senior harus nulis. Jadi ada support dari kampus. Itu dampaknya cukup efektif ya terhadap peningkatan jumlah profesor," kata Prof Zuhri. 

Baca juga: Masuk Islam, Zilla Fatu Putra Umaga Pegulat WWE Ini Beberkan Alasannya yang Mengejutkan

Sementara itu, Dirjen Pendis Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani mengaku senang dengan adanya pasangan suami istri dari UIN Sunan Kalijaga yang dikukuhkan sebagai guru besar. Menurut dia, kedua guru besar tersebut telah menunjukkan kolaborasi yang indah. 

"Jadi menandakan bahwa capaian-capaian prestasi itu merupakan bagian daripada kolaborasi indah. Dan saya bahagia, saya senang ada suami istri yang pada hari ini mencapai puncak jabatan akademik," kata Ramdhani kepada Republika.co.id saat ditemui usai mengukuhkan pasangan guru besar tersebut.

Selain mengukuhkan Prof Zuhri dan Prof Maemonah, Ramdhani juga mengukuhkan 98 guru besar lainnya dalam rumpun ilmu agama dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Setelah dikukuhkan, 100 guru besar itu kemudian berfoto bersama di depan Kantor Kementerian Agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement