REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir seabad yang lalu, orientalis Inggris Thomas Arnold melakukan perjalanan ke Mesir dan terpikat dengan keindahan kaligrafi Arab.
Saat dia mengamati naskah rumit yang menghiasi segala sesuatu mulai dari struktur arsitektur megah seperti masjid, istana, dan mausoleum hingga dekorasi rumah tangga sehari-hari, Arnold kagum dan berkata, "Tidak ada seni yang begitu dihormati atau dibudidayakan dengan tekun seperti kaligrafi."
Kaligrafi Arab dianggap sebagai puncak pencapaian seni Muslim, dan pengaruhnya dapat dilihat pada benda-benda yang diukir dari batu dan kayu hingga logam, keramik, kaca, dan tekstil.
Dalam ranah budaya Islam, seni kaligrafi membawa makna yang tak tertandingi dan mendalam, tak tertandingi oleh agama atau budaya lain. "Kesucian tulisan adalah kesucian jiwa," kata pepatah Arab kuno, menyoroti pentingnya kaligrafi dalam budaya Islam.
Pada masa-masa awalnya, kaligrafi terutama difokuskan untuk mereproduksi teks religius. Namun seiring waktu, kaligrafi secara bertahap berkembang menjadi bentuk seni dengan sendirinya, mencakup berbagai subjek yang melampaui subjek agama yang ketat.
"Meskipun tidak dapat disangkal bahwa kaligrafi memenuhi berbagai tujuan keagamaan, signifikansinya dalam aspek lain kehidupan Muslim tidak dapat diremehkan," kata Akin-Kivanc dari University of South Florida.
Sejak masa Kekhalifahan Umayyah (661–750 M), kaligrafi digunakan untuk menghiasi monumen arsitektur dengan fungsi non-religius, desain koin, dan penyalinan karya sastra serta karya sejarah yang menampilkan bentuk seni tersebut. Inilah yang membuat kaligrafi menyatu dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.
Commission artwork ♥️💫#calligraphy #kufi pic.twitter.com/o7cqGus3be
— Naqashi_i (@AmsalAreeka) March 10, 2023