Senin 26 Jun 2023 12:37 WIB

Sri Mulyani: Penerimaan Pajak tak Sekuat Periode Sebelumnya

Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp 300,64 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Wajib pajak mengambil nomor antrean di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Wajib pajak mengambil nomor antrean di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 830,29 triliun per Mei 2023. Adapun realisasi ini tumbuh 2,9 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kinerja penerimaan pajak tidak sekuat jika dibandingkan periode-periode sebelumnya. Dari catatan Kementerian Keuangan, pertumbuhan penerimaan pajak periode Januari-Mei sebesar 17,7 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan periode sama pada tahun lalu sebesar 53,5 persen.

Baca Juga

"Kalau kita melihat kinerja penerimaan per enam bulan, baik yang disebut growth per bulan atau growth kumulatif, ini menunjukkan pertumbuhannya semakin melandai atau makin menurun. Pertumbuhan tidak sekuat seperti awal tahun karena memang tahun lalu pertumbuhannya sudah sangat tinggi," ujarnya saat konferensi pers, Senin (26/6/2023).

Sri Mulyani juga menyebut kondisi tersebut disebabkan oleh high base effect, pertumbuhan penerimaan pajak pada 2022 sudah sangat tinggi. Selain itu, pertumbuhan yang rendah jika dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas dan perlambatan impor.

"Jadi kita masih tumbuh double digit di atas pertumbuhan tinggi tahun lalu. Ini patut kita syukuri dan jaga karena ini akan menopang kegiatan perekonomian dalam bentuk belanja," ucapnya.

Dari penerimaan pajak per Mei 2023, realisasi penerimaan PPh nonmigas pada Mei 2023 sebesar Rp 486,94 triliun atau setara 55,74 persen dari target tahun ini. Penerimaan pajak PPh nonmigas tumbuh 16,40 persen secara tahunan.

Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp 300,64 triliun atau  40,47 persen dari target, tumbuh sebesar 21,31 persen secara tahunan.

“Kenaikan PPh nonmigas dan PPN ini menggambarkan secara langsung dan tidak langsung kegiatan ekonomi, karena ini kegiatan ekonomi yang kemudian menimbulkan implikasi kewajiban pajak,” ucapnya.

Ke depannya, Sri Mulyani melihat penerimaan pajak akan termoderasi karena adanya kebijakan program pengungkapan sukarela tidak berulang. Pada saat yang sama, penerimaan pajak akan mengikuti fluktuasi konsumsi, belanja pemerintah, impor dan harga komoditas.

Selanjutnya, PBB dan pajak sebesar Rp 5,78 triliun atau tumbuh 14,45 persen dari target, namun tumbuh tinggi sebesar 77,24 persen secara tahunan. Terakhir, PPh migas sebesar Rp 36,94 triliun atau 60,12 persen dari target dan tumbuh 2,48 persen secara tahunan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement