REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak sembilan warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) oleh perusahaan berbasis di Myawaddy, sebuah wilayah konflik bersenjata di Myanmar, berhasil dipulangkan ke Tanah Air. Setibanya di Indonesia, mereka segera dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing.
“Kolaborasi antara KBRI Bangkok, KBRI Yangon, Pemerintah Thailand, dan International Organization for Migration (IOM) menjadi kunci kesuksesan pembebasan (para WNI) ini,” kata KBRI Bangkok dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/6/2023).
KBRI Bangkok menjelaskan, keberhasilan proses pembebasan dimulai ketika KBRI Yangon menerima pengaduan dari kesembilan WNI terkait. Para WNI melaporkan bahwa mereka terjebak di wilayah konflik bersenjata Myawaddy. “Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, KBRI (Yangon) berhasil memindahkan para WNI ke wilayah Maesot, Thailand, dengan bantuan perusahaan tempat mereka bekerja,” ujar KBRI Bangkok.
Berbekal laporan dari KBRI Yangon, KBRI Bangkok meminta bantuan Pemerintah Thailand untuk memberikan perlindungan dan mengidentifikasi para korban TPPO. “Melalui mekanisme National Referral Mechanism (NRM), proses identifikasi dilakukan dengan mendampingi para WNI selama proses wawancara. Hasil pemeriksaan lanjutan bahwa kesembilan WNI tersebut terindikasi sebagai korban TPPO,” kata KBRI Bangkok.
Selanjutnya para WNI ditempatkan di rumah penampungan sementara yang disediakan Pemerintah Thailand. Mereka kemudian dipulangkan ke Indonesia. Proses pemulangan resmi dilakukan di Bandara Suvarnabhumi Bangkok, ditandai dengan penyerahan para WNI dari Wakil Kepala Royal Thai Police Mayor Jenderal Polisi Surachate Hakparn ke Wakil Kepala Perwakilan RI Bangkok Sukmo Yuwono.
“Dari sembilan WNI tersebut, enam di antaranya berasal dari Jawa Timur dan langsung diterbangkan ke Surabaya untuk diserahkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur. Sementara itu, tiga orang lainnya melanjutkan perjalanan ke Medan, Sumatra Utara,” ujar KBRI Bangkok.
Pada Mei lalu, para pemimpin negara anggota ASEAN telah sepakat untuk bekerja sama menanggulangi TPPO yang melibatkan penyalahgunaan teknologi. Mereka menilai, karena sifatnya yang kompleks, TPPO memerlukan tanggapan regional. “Menegaskan kembali komitmen kami untuk kerja sama regional dan internasional yang lebih kuat dan lebih efektif melawat TPPO, sambil mengakui perbedaan dalam sistem hukum kita,” kata para pemimpin ASEAN dalam deklarasi tentang penanganan TPPO yang dirilis pada hari pertama penyelenggaraan KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 10 Mei 2023 lalu.
Para pemimpin ASEAN mengaku prihatin atas meningkatnya penyalahgunaan teknologi dalam memfasilitasi TPPO di Asia Tenggara dan global. Mereka menilai, kejahatan tersebut menjamur lewat penggunaan media sosial dan platform daring lainnya. “Memahami sifat TPPO yang kompleks, lintas-sektoral, dan multidimensi, serta tantangan tambahan dalam pelaksanaannya melalui teknologi yang memerlukan tanggapan regional secara kolektif dan segera,” ujar mereka.
Mereka menegaskan kembali kebutuhan untuk mempromosikan respons ASEAN yang kohesif dalam mengatasi ancaman saat ini dan masa depan yang timbul dari penyalahgunaan teknologi. Para pemimpin ASEAN menyatakan akan memperkuat kerja sama dan koordinasi terhadap TPPO yang dipicu penyalahgunaan teknologi melalui berbagai mekanisme regional dan inisiatif ASEAN.