REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Bank atau Bank Dunia melihat Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan produktivitas. Secara struktural, World Bank menilai hal tersebut berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, mengatakan potensi pertumbuhan tampak melambat akibat berkurangnya input dari tenaga kerja, kendala pada pembentukan modal manusia, dan melambatnya pertumbuhan produktivitas.
"Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan produktivitas seperti yang dialami oleh Pasar Berkembang dan Ekonomi Berkembang," ujar Satu, Senin (26/6/2023).
Menurut Satu, investasi dan input tenaga kerja telah menjadi pendorong pertumbuhan utama sebelum pandemi. Namun, Satu melihat, semua pendorong pertumbuhan sekarang mengalami moderasi, khususnya produktivitas faktor total (total factor productivity).
Sejalan dengan itu, daya saing Indonesia belakangan ini mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara yang setara. Ini sebagai akibat terjadinya beberapa distorsi di sebagian bidang kebijakan, misalnya, peraturan bisnis, kebijakan di sektor keuangan, kerangka kompetisi, serta kebijakan pasar kerja.
Untuk dapat meningkatkan daya saing Indonesia, diperlukan peraturan bisnis dan keterbukaan perdagangan. Indonesia dapat mencapai tujuannya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045 jika kinerja pertumbuhan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita dapat terus dipertahankan selama 10 tahun terakhir.
Agar Indonesia dapat mempercepat pertumbuhannya serta mencapai tujuannya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045, menurut Satu, pemerintah dapat memprioritaskan penerapan reformasi struktural baru-baru ini seperti Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK)
"Pemerintah juga dapat mengadopsi lebih lanjut berbagai kebijakan yang ramah-pasar di bidang perdagangan maupun peraturan bisnis yang dapat lebih jauh mengurangi kendala dalam persaingan," kata Satu.