REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan pada Jumat (23/6/2023) pekan lalu buka suara soal kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Novel menduga, terungkapnya kasus ini berawal dari laporan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas adanya praktik asusila yang terjadi pada istri tahanan oleh pegawai rutan.
"Dugaan saya, setelah ada laporan tersebut (dugaan asusila) baru Dewas tahu kalau tahanan itu juga setor bulanan ke petugas rutan dan tahanan yang lain juga," kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/6/2023).
Novel tak menjelaskan lebih rinci mengenai kasus dugaan asusila tersebut. Dia hanya mengatakan, perbuatan yang diduga dilakukan oleh seorang petugas itu telah diadukan kepada Dewas KPK.
Namun, menurut dia, laporan dugaan asusila itu tidak disampaikan ke publik. Dewas KPK kini justru fokus terhadap temuan pungli.
"Mereka tutupi soal fakta bahwa ada laporan dari istri tahanan soal pelecehan yang dilakukan petugas KPK," ungkap Novel.
Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap menyarankan korban pelecehan seksual pegawai Rutan KPK melaporkan kasusnya ke polisi. Menurut Yudi, langkah ini penting untuk memberi efek jera terhadap pelaku dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.
"Kepada keluarga korban jika merasa bahwa putusan Dewas tersebut tidak adil, bisa melaporkan kepada kepolisian agar juga diproses pidananya. Hal ini juga penting agar menjadi efek jera bagi pegawai KPK lain agar tidak melakukan hal yang sama seperti pelaku," kata Yudi dalam keterangan tertulisnya, Ahad (25/6/2023).
Adapun Dewas KPK telah menindaklanjuti dugaan tindak asusila ini pada April 2023 lalu. Namun, pegawai rutan yang melakukan pelecehan itu hanya dijatuhi putusan pelanggaran etik sedang.
Yudi menilai, putusan Dewas tersebut sangat tidak berpihak kepada korban. Menurut dia, justru pelaku seharusnya dipecat.
"Putusan Dewas KPK sangat tidak berpihak kepada korban pelecehan seksual dan sangat mengecewakan. Oknum pegawai KPK yang bertugas di Rutan KPK tersebut seharusnya dipecat, bahkan dipidanakan, bukan malah diberikan sanksi sedang," tegas Yudi.
Yudi juga menjelaskan, KPK sebagai lembaga yang menjunjung tinggi integritas, seharusnya tidak menoleransi pelecehan seksual kepada siapapun, termasuk dalam hal ini terhadap istri tahanan. Dia mengatakan, dengan masih bekerjanya pelaku pelecehan di KPK, maka akan menjadi contoh buruk bagi pegawai lainnya.
"Bisa jadi akan menimbulkan kerawanan bagi pegawai KPK, terutama yang wanita dan tidak ada jaminan tidak akan mengulangi perbuatannya," jelas mantan ketua Wadah Pegawai KPK itu.