REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset Gedung Lampung Nahdliyin Center (LNC) di Rajabasa, Bandar Lampung, Senin (26/6/2023). Penyitaan aset ini untuk menutupi biaya terpidana perkara suap eks rektor Unila Prof Karomani untuk membayar uang pengganti Rp 8,75 miliar.
Jaksa Eksekutor KPK Leo Sukoto Manalu mengatakan, terpidana Karomani baru membayar uang pengganti sebesar RP 4,5 miliar dari vonis yang dijatuhkan majelis Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang kepada terpidana untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 8 miliar. Menurut dia, terpidana Karomani mampu membayar Rp 4,5 miliar dari yang dibebankan kepadanya dan tidak dilunasi.
“Jadi, sisanya akan dibayar dari hasil lelang gedung (LNC) tersebut,” kata jaksa KPK Leo Sukoto di Bandar Lampung, Senin (26/6/2023).
Dia mengatakan, gedung LNC tersebut menjadi aset negara untuk nantinya dilelang sebagai kewajiban untuk membayar uang pengganti terpidana Karomani. Selain gedung LNC, KPK juga telah menyita dan akan melelang aset lainnya, seperti tanah beserta isinya dan emas seberat 2 kg.
Pelelangan aset yang disita negara itu rencananya akan berlangsung pada bulan ini. Untuk tahap pertama, KPK akan melelang aset yang disita berupa emas 2 kg, sisanya untuk melunasi uang pengganti baru dilakukan pelelangan gedung LNC. Bila terdapat kelebihan dari aset yang disita negara setelah dilelang akan dikembalikan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang pada Kamis (25/6/2023) malam, telah memvonis terdakwa Prof Karomani, mantan rektor Unila periode 2019-2023 dengan hukuman 10 tahun penjara, denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan.
Terdakwa Karomani juga diminta mengganti uang Rp 8,75 miliar subsider 2 tahun kurungan. Vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU KPK selama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. JPU juga meminta terdakwa juga dibebani mengganti Rp 10,6 miliar dan 10 ribu dolar Singapura subsider dengan 3 tahun kurungan.
Dalam amar putusannya, Lingga Setiawan, yang juga ketua PN Tipikor Tanjungkarang, menyatakan, terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam sistem PMB di Unila tahun 2022. Total korupsi terdakwa sejak sejak 2020 hingga 2022 sebesar Rp 3,4 miliar dari penerimaan mahasiswa baru baik jalur SBMPTN dan SMMPTN (jalur mandiri).
Majelis hakim juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 8,75 miliar. Jika tidak dapat mengganti uang tersebut, maka harta benda terdakwa akan disita, dan bila tidak mencukupi maka akan dipenjara selama dua tahun penjara.
Pada 22 Agustus 2022, Tim KPK menangkap tangan empat orang tersangka kasus suap PMB Unila tahun 2022 bagi calon mahasiswa Fakultas Kedokteran lewat jalur mandiri. Keempat orang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Prof Karomani (rektor Unila 2019-2023), Prof Heryandi (wakil rektor I Unila), dan Dr (Can) M Basri (ketua Senat Unila), serta Andi Desfiandi (penyuap/dosen PTS di Lampung).
Penangkapan tersebut dilakukan di Bandung, Jawa Barat, dan juga di Lampung. Petugas KPK mendapati barang bukti uang suap PMB Fakultas Kedokteran Unila lewat jalur mandiri yang jumlahnya mencapai Rp 5 miliar.
Sidang perkara suap di PN Tipikor Tanjungkarang, Bandar Lampung ini sudah nyaris setahun berlangsung. Sebelumnya, majelis hakim telah memvonis terdakwa Andi Desfiandi 1 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan, dan dua rekan Karomani di Unila, Heryandi (eks warek I Unila) dan M Basri (eks ketua Senat Unila) masing-masing 4 tahun 6 bulan, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya juga dibebani mengganti uang Heryandi Rp 300 juta, dan M Basri Rp 150 juta.