Senin 26 Jun 2023 19:16 WIB

Tanggapi JK, Pakar: Pengusaha Tionghoa Berhak Berkontribusi dalam Perekonomian Indonesia

Menanggapi JK, pakar sebut pengusaha tionghoa berhak berkontribusi untuk Indonesia.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Presiden Republik Indonesia ke 10 dan 12 Jusuf Kalla. Menanggapi JK, pakar sebut pengusaha tionghoa berhak berkontribusi untuk Indonesia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Presiden Republik Indonesia ke 10 dan 12 Jusuf Kalla. Menanggapi JK, pakar sebut pengusaha tionghoa berhak berkontribusi untuk Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar studi tiongkok dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Johanes Herlijanto merespons isu penguasaan para pengusaha Tionghoa terhadap perekonomian Indonesia yang diutarakan Jusuf Kalla (JK). Menurutnya, pengusaha Tionghoa tetap berhak berkontribusi atas perekonomian Indonesia. 

Johanes menyebut masyarakat etnik Tionghoa sepenuhnya bagian dari bangsa Indonesia. Mereka dinilai menjalin aliansi dengan masyarakat Nusantara sekaligus berkontribusi dalam aspek politik, budaya, dan ekonomi Indonesia. 

Baca Juga

"Oleh karena mereka seutuhnya adalah bagian dari bangsa Indonesia, mereka memiliki hak untuk berkontribusi pada berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk dalam bidang bisnis dan ekonomi," kata Johanes dalam keterangannya pada Senin (26/6/2023). 

Johanes memantau etnik Tionghoa telah menjalin hubungan erat dengan berbagai kelompok masyarakat di Nusantara sejak berabad-abad lalu. Johanes mengungkap aliansi yang dibangun antara Tionghoa dan orang Jawa setelah penjajah di Batavia membantai orang Tionghoa pada 1740. Mereka yang selamat dari pembantaian itu berbondong-bondong ke arah timur dan mengepung benteng-benteng VOC di Semarang, Demak, dan Rembang. 

"Pakubuwono II, yang memimpin kerajaan Mataram Islam dengan pusat kekuasaan di Kartasura, mengirimkan 20 ribu pasukan dan sejumlah meriam untuk membantu 3.500 pasukan Tionghoa mengepung VOC di Semarang," ungkap Johanes. 

Selain itu, pada awal abad ke 19 muncul perlawanan terhadap Belanda oleh Bupati Madiun Raden Rangga Prawiradirja yang menyatakan sebagai pelindung bagi orang Jawa dan Tionghoa yang diperlakukan tak adil oleh pemerintahan Eropa. Raden Rangga dikabarkan menggalang bantuan dari kalangan orang Jawa dan Tionghoa. 

Hubungan Tionghoa dan masyarakat lokal di Nusantara tak melulu terkait aliansi dalam perang. Sebelum Indonesia berdiri, Tionghoa terlibat dalam membangun kebudayaan yang hingga kini masih dikenal masyarakat. Johanes mencontohkan Lenong tumbuh dalam interaksi antara Tionghoa dan masyarakat Betawi sekitar tahun 1930 hingga 1950-an.

"Tionghoa turut berpartisipasi bukan hanya dengan mengatur sisi bisnis dari kesenian ini, tetapi juga berperan menambahkan lagu-lagu dan cerita untuk ditampilkan dalam pertunjukan-pertunjukan itu," ucap Johanes. 

Johanes juga menyinggung para pebisnis Tionghoa sebenarnya berperan bagi masyarakat Nusantara di era kolonial maupun pasca kemerdekaan. Ia mencontohkan pengusaha Tionghoa di Medan, Tjong A Fie memberikan sumbangan kepada masyarakat tanpa pandang suku dan agama untuk pembangunan sekolah, klenteng, masjid, jembatan, dan rumah sakit. 

"Usai kemerdekaan, Tionghoa turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi Indonesia yang mengalami krisis tak lama setelah peristiwa kudeta gagal oleh Partai Komunis Indonesia," ucap Johanes yang juga ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) itu. 

Oleh karena itu, Johanes menilai peran etnik Tionghoa memperlihatkan kelompok tersebut telah berakar secara mendalam pada masyarakat lokal. Sehingga ia berharap masyarakat Indonesia merespons keberadaan etnik Tionghoa dengan penerimaan yang utuh.

"Jangan lagi mempermasalahkan kalaupun benar mereka memiliki proporsi penguasaan ekonomi yang cukup besar. Bukankah mereka adalah sesama bangsa Indonesia yang memiliki hak yang sama dengan komponen bangsa yang lain," ucap Johanes. 

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Ke-10 dan Ke-12, Jusuf Kalla (JK) mengungkit ekonomi Indonesia yang 50 persen lebih dikuasai oleh orang beretnis Tionghoa. Hal ini menurutnya mengherankan karena jumlah etnis Tionghoa di Tanah Air sekitar 4,5 saja. 

"Di Indonesia penduduk Tionghoa itu hanya 4,5 persen tapi menguasai ekonomi lebih dari 50 persen. Jadi kekuatan 10 kali lipat dari pada jumlahnya," kata JK dalam acara Halal Bihalal dan Silaturahmi Tokoh Bangsa yang digelar ICMI pada Jumat (12/5/2023) malam. 

JK menyayangkan sedikitnya jumlah warga Indonesia yang bergerak sebagai wirausaha. Padahal wirausaha dapat menggerakkan ekonomi bangsa. Walau demikian, JK berharap kondisi ini membuat warga Indonesia termotivasi untuk menyaingi etnis Tionghoa dari segi ekonomi. 

"Tentu (etnis Tionghoa) sahabat-sahabat kita, penting kerjanya bayar pajak, dia pekerjakan orang. Tapi tantangan terbesarnya ada di kita. Mereka tidak salah, yang kurang kita. Karena itu tantangan kita yang terbesar adalah entrepreneurship," ucap JK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement