REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Budhy Setiawan, mengatakan, DPR RI akan segera merevisi Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen yang dianggap sudah usang. Terlebih, di zaman digital saat ini tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban penipuan perdagangan daring.
Budhy menilai, UU Perlindungan Konsumen yang dibuat pada tahun 90-an itu tidak dilengkapi aturan yang berkaitan soal perdagangan dengan sistem daring. Sehingga Komisi VI DPR RI akan membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Konsumen revisi dari UU konsumen yang lama.
“UU perlindungan konsumen yang lama itu yang paling krusial itu terkait dengan perdagangan yang berbasis online, karena di UU Perlindungan Konsumen yang lama belum memasukan itu, sehingga kami di DPR RI akan merevisi UU tersebut,” kata Budhy, Senin (26/6/2023).
Menurut Budhy, revisi UU Perlindungan Konsumen dengan memasukkan terkait perdagangan secara daring perlu dilakukan. Lantaran zaman sudah memasuki zaman digital, di mana masyarakat cukup menggunakan gawai untuk berbelanja.
Melihat hal tersebut, Budhy menilai perlu ada perlindungan data konsumen agar nantinya data konsumen dapat dilindungi. “Kemudian kita juga ingin platform-platform digital dalam perdagangan digital itu juga bisa melindungi data pribadi daripada konsumen yang menggunakan jasa perdagangan tersebut, itu yang nanti menjadi titik berat dalam RUU Perlindungan Konsumen yang saat ini sedang dibahas,” jelasnya.
Apalagi, sambung Budhy, tidak sedikit konsumen yang hak-haknya sering diabaikan atau tertipu oleh oknum-oknum perusahaan perdagangan daring. Misal, konsumen kerap membeli barang seperti kucing dalam karung.
Oleh karenanya, Budhy mengatakan, pihaknya juga menggelar sosialisasi kepada masyarakat agar bisa mendengar dan mendapatkan masukan yang sering dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, masyarakat kerap menjadi korban dalam pembelanjaan dengan sistem pembayaran cash on delivery (COD) atau bayar di tempat.
“Nah di sini yang tidak bertanggung jawab kan perusahaan yang punya platform digital tersebut, karena distributornya itu orang lain. Jadi yang akan kita atur,” ucapnya.
Selain dari masyarakat, Budhy mengaku akan mengundang pakar, lembaga, hingga LSM yang bergerak di bidang Perlindungan Konsumen. Untuk mendengar apa saja kajian maupun riset yang selama ini dilakukan oleh mereka.
“Saat ini RUU sudah selesai di badan Legislasi. Jadi sudah mulai pembahasan di DPR dan nanti akan dibahas di Komisi dan itu pembahasannya pasal per pasal,” ujarnya.
Selanjutnya, di RUU juga akan dimasukkan sanksi-sanksi bagi perusahaan perdagangan online yang melakukan pelanggaran, dimana sanksinya itu mulai dari sanksi ringan hingga pemberhentian usaha terhadap perusahaan tersebut. “RUU ini kita targetkan atau sampai di ketok palu RUU menjadi UU Perlindungan Konsumen hasil revisi di tahun ini juga atau oleh teman-teman DPR RI yang duduk di periode ini (2019-2023),” kata Budhy.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal Kota Bogor, Deden Marlina, menambahkan Komisi VI DPR RI bertujuan untuk menjadikan konsumen yang cerdas, artinya didalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Metrologi Legal diatur hak dan kewajiban konsumen salah satunya hak konsumen itu mendapatkan perlindungan, jangan sampai konsumen itu dirugikan oleh pelaku usaha.
“Kebetulan saya sebagai kepala UPTD mengawasi langsung tentang alat-alat ukur. Tugas kami untuk mengawasi hal itu, termasuk perlindungan bagi masyarakat yang mempunyai logam mulia, jangan sampai ukurannya berbeda saat dibeli maupun dijual, tentunya bisa merugikan jika terjadi,” kata Deden.