Selasa 27 Jun 2023 03:07 WIB

Perlukah Mengaktifkan Mode Pesawat Saat Take Off? Ini Jawaban Pakar

Banyak penumpang pesawat belum mengetahui alasan mode pesawat perlu diaktifkan.

Rep: Mgrol146/ Red: Qommarria Rostanti
Mode pesawat di ponsel (ilustrasi). Banyak penumpang pesawat yang belum menyadari pentingnya mengaktifkan mode pesawat di ponsel.
Foto: www.freepik.com
Mode pesawat di ponsel (ilustrasi). Banyak penumpang pesawat yang belum menyadari pentingnya mengaktifkan mode pesawat di ponsel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengaktifkan mode pesawat (airplane mode) di ponsel saat pesawat siap lepas landas adalah salah satu aturan yang perlu dipatuhi penumpang. Saat mengaktifkan mode pesawat, secara otomatis jaringan data penumpang terputus.

Namun tidak perlu khawatir ketika tidak sengaja menghidupkan data karena pesawat tidak akan jatuh begitu saja. Dilansir laman travelandleisure, berdasarkan sebuah pada 2017 oleh Allianz Travel Insurance menemukan bahwa 17,2 persen penumpang tidak pernah mengaktifkan mode pesawat selama penerbangan.

Baca Juga

Bisa jadi masih banyak penumpang yang belum memahami bahaya yang terjadi jika tetap menggunakan jaringan saat pesawat terbang. "Meskipun ada laporan anekdot tentang perangkat elektronik pribadi (PED) yang berpotensi mengganggu avionik, terbukti hampir tidak mungkin untuk menduplikasi peristiwa ini," kata pernyataan Boeing.

Namun bukan berarti tidak ada risiko. "Jika Anda tidak mematikan ponsel Anda, bisa berpotensi mengganggu instrumen navigasi," kata Dan Bubb, seorang profesor di University of Nevada, Las Vegas dan mantan pilot maskapai.

Dia mengatakan, telepon seluler yang dipasang atau dibawa ke dalam pesawat terbang, balon, atau jenis pesawat lainnya tidak boleh dioperasikan saat pesawat tersebut mengudara (tidak menyentuh tanah). Ketika pesawat apa pun meninggalkan tanah, semua telepon seluler di pesawat itu harus dimatikan.

Masalah lain yang berkaitan dengan penggunaan ponsel dalam penerbangan adalah kemungkinan kelebihan muatan menara seluler di darat. Saat Anda bergerak, ponsel terhubung ke beberapa menara sekaligus. Mengingat semua penumpang di langit pada saat tertentu, hal itu tentu bisa menjadi beban jaringan. Belum lagi baterai ponsel yang kemungkinan terkuras lebih cepat karena menggunakan lebih banyak daya untuk terhubung ke menara ini dari ketinggian jelajah.

Seiring perubahan teknologi, ancaman baru diperkenalkan dalam hubungan telepon-pesawat. Saat ini, ancaman terbesar adalah jaringan 5G.

“Banyak perusahaan telepon sekarang menawarkan bandwidth 5G yang berpotensi mengganggu radio altimeter yang merupakan instrumen yang diandalkan pilot untuk menunjukkan kapan mereka perlu menyala, atau mengangkat roda hidung pesawat, untuk mendaratkan pesawat,” kata Bubb.

Dia mengatakan, radio altimeter bukan sesuatu yang bisa dipusingkan. "Karena pilot duduk sangat tinggi di kokpit, sulit bagi mereka untuk melihat landasan pacu saat mendarat, itulah sebabnya mereka mengandalkan radio altimeter radio untuk panduan," kata Bubb.

Secara umum, radio altimeter digunakan selama pendaratan dengan visibilitas rendah. Hampir 60 persen dari semua kecelakaan penerbangan dalam 20 tahun terakhir terjadi selama fase pendaratan penerbangan, per laporan oleh Airbus. "Jadi, ketika pramugari meminta penumpang untuk mengaktifkan 'mode pesawat' atau mematikannya, ada alasan bagus mengapa penumpang harus memenuhi permintaan itu," kata Bubb.

Menariknya, Uni Eropa mensyaratkan penerapan jaringan 5G di pesawat, yang memungkinkan penumpang berkomunikasi secara bebas dengan perangkat seluler mereka, termasuk melakukan panggilan. Meskipun kita hidup di dunia yang memungkinkan panggilan telepon dalam penerbangan, ingat bahwa pesawat digunakan bersama dan biasanya sangat sempit ruang. Akan jauh lebih baik menghindari mengobrol di telepon dengan keras di pesawat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement