Selasa 27 Jun 2023 08:44 WIB

BEM Indonesia Dorong Kajian Revisi UU TNI

TNI perlu menambah matra intelijen siber yang memang dibutuhkan negara.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Prajurit Kostrad dan Kopassus mengikuti Apel Gelar Pasukan TNI Angkatan Darat (AD) 2022 di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Prajurit Kostrad dan Kopassus mengikuti Apel Gelar Pasukan TNI Angkatan Darat (AD) 2022 di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia (BEM-I) ikut membahas usulan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam agenda konsolidasi nasionalnya. BEM-I memandang revisi tersebut pantas didorong.

Koordinator Pusat BEM-I Wilayah Jakarta Raya, Yaser Hatim menyebut nantinya naskah hasil kajian BEM-I akan diberikan kepada para pemangku kebijakan. Dia berharap, hasil kajian tersebut dapat dipertimbangkan pemerintah.

"Perlu ada perluasan penempatan SDM (sumber daya manusia) TNI pada jabatan dan instansi tertentu sesuai kepentingan nasional," kata Yaser dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa (27/6/2023).

BEM-I sudah mengkaji urgensi revisi UU TNI dengan melihat penyesuaian nomenklatur yang sudah tidak sesuai. Contohnya, Departemen Pertahanan kini sudah menjadi Kementerian Pertahanan. Selanjutnya, diperlukan matra intelijen siber.

"Penambahan matra intelijen siber yang memang dibutuhkan negara menghadapi perang perang modern yang menggunakan proxy negara maupun nonnegara," ucap Yaser.

Adapun revisi terbatas UU TNI yang diusulkan, mencakup penempatan personel TNI untuk menduduki jabatan di instansi tertentu yang diusulkan oleh kementerian/lembaga negara. Penempatan itu disesuaikan dengan kompetensi, kualifikasi dan jenjang karier yang ada di TNI.

"Kami BEM-I menilai memang diperlukan penyesuaian dan UU tersebut sudah usang apalagi pasca pandemi Covid-19 berkembang ada dinamika ancaman nonmiliter," ujar Yaser.

Walau demikian, Yaser menyampaikan, usulan revisi UU tersebut secara terbatas memang mendapat respons yang cenderung negatif. Bahkan bertendensi buruk bagi keberlangsungan personel dan institusi TNI.

"Suara sumbang seperti itu membangkitkan dendam masa lalu yang disampaikan para pemilik kepentingan dan penumpang gelap atas nama demokrasi," ujar Yaser.

Dia pun mengeklaim, personel TNI tetap bisa profesional sebagai abdi negara ketika duduk di jabatan publik. Ia menyamakan anggota TNI dengan aparatur negara lainnya. "Mereka menjalankan tugas sesuai tupoksi yang diatur dalam Undang-undang," ujar Yaser.

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pernah menyatakan bakal mengkaji usulan revisi Undang-Undang TNI. Kajian itu bakal melibatkan unsur TNI, Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dan para pakar. Setidaknya ada dua variabel utama yang bakal dikaji terkait revisi undang-undang tersebut.

Pertama  kajian itu akan mendalami ada atau tidaknya perubahan karakter perang. Variabel kedua yaitu mengenai hubungan sipil dan militer. Lemhannas akan mengkaji apakah ada perubahan kualitas hubungan sipil-militer dalam rangka konsolidasi demokrasi.

"Pada dasarnya dua variabel besar yang kami kaji perubahan karakter perang dilihat dari ancaman dan teknologi. Yang kedua hubungan sipil-militer dala kerangka konsolidasi demokrasi," tutur Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, belum lama ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement