REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pandangannya terkait cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dicurahkan lewat buku berjudul "Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong". Salah satunya terkait dukungan atau endorse Jokowi kepada bakal calon presiden (capres) tertentu.
Menurutnya, keberpihakan Jokowi kepada seorang bakal capres tak boleh dilarang dan dihalangi. Sebab, tak ada yang keliru terkait hal tersebut, selama Jokowi tak menggunakan instrumen negara untuk memenangkan sosok tersebut.
"Jika untuk menyukseskan jago yang didukungnya Presiden Jokowi melakukan kerja politik, menurut pendapat saya itu juga tidak keliru," ujar SBY dalam bukunya di halaman 19, dikutip Selasa (27/6/2023).
Trmasuk dukungannya terhadap putra dan menantunya pada pemilihan kepala daerah tidak bisa serta-merta disebut melanggar etika. Siapapun di negeri, termasuk Jokowi, memiliki hak dan kebebasan untuk mendukung seseorang.
Namun, jika kemudian perangkat negara, termasuk fasilitas dan uang negara digunakan untuk itu, hal tersebut tidaklah etis dan melanggar undang-undang. Sebagai contoh jika lembaga intelijen, Polri, TNI, penegak hukum, dan BUMN digunakan untuk memenangkan sosok tertentu, jelas merupakan pelanggaran undang-undang yang serius.
Hal tersebut akan membuat pemilihan presiden (Pilpres) 2024 tak imbang. Sebab, akan ada potensi upaya-upaya untuk mendukung dan menjegal sosok tertentu pada kontestasi nasional mendatang.
"Siapapun di negeri ini, tentu termasuk Presiden, jika melakukan perbuatan sehingga sebuah pemilihan umum, termasuk Pilpres, benar-benar tidak bebas, tidak jujur dan tidak adil (istilah lain yang sering kita dengar Pilpres tidak lagi free and fair ini sudah berkategori melanggar konstitusi," tulis SBY di halaman 20.
"Yang penting, seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, jangan sampai sumber daya dan perangkat negara digunakan untuk memenangkan putra-putra beliau itu. Kalau itu terjadi, di samping melanggar undang-undang juga membuat Pilkadanya tidak adil. Tidak adil bagi kandidat yang lain beserta para pemilihnya," sambungnya menegaskan pada halaman 21.