REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Nia Niscaya mengatakan, keputusan penghentian bebas visa kunjungan (BVK) oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersifat sementara.
"Kebijakan ini bersifat sementara dan akan dikaji lebih dalam oleh pihak terkait seperti Kemenkumham," ujar Nia dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Keputusan Kemenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.07 Tahun 2023 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan Untuk Negara, Pemerintah, Wilayah Administratif Khusus Suatu Negara Dan Identitas Tertentu bagi 159 negara ini, lanjut dia, belum dapat diketahui secara langsung dampak terhadap kunjungan wisatawan ke Indonesia. Sehingga terlalu prematur bila Kemenparekraf langsung mengatakan kebijakan ini berdampak pada penurunan wisatawan.
"Setidaknya kita perlu menunggu dua bulan hingga tiga bulan ke depan untuk bisa melihat dampaknya," ujarnya.
Kemenparekraf, lanjut Nia, selalu siap membantu dan berkolaborasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kemenkumham apabila perlu dukungan pemikiran dan saran atas evaluasi kebijakan bebas visa kunjungan bagi wisatawan mancanegara.
Nia berharap jika nantinya bebas visa diberlakukan kembali, Indonesia setidaknya harus memenuhi tiga kriteria. Yakni aspek resiprokal, kemudian kebijakan tersebut diberikan kepada negara yang akan memberikan manfaat ke Indonesia, serta terakhir memperhatikan aspek keamanan.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menerapkan kebijakan pemberian fasilitas bebas visa kunjungan (BVK) hanya bagi 10 negara anggota ASEAN dan Visa on Arrival (VoA) pada 92 negara. Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menjelaskan, sebelum pandemi, terdapat 169 negara subjek BVK tapi berubah ketika Covid-19 melanda Indonesia di mana kebijakan tersebut tidak berlaku.
Sebagai gantinya, menurut Silmy, kebijakan bebas visa kunjungan mulai 2021, orang asing bisa masuk ke Indonesia dengan VoA. Kemenkumham terus menambahkan negara-negara subyek VoA secara bertahap dan pada 2023 menambahkan enam negara.