REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sindiran dari puisi yang dibacakan Butet pada acara PDIP di peringatan puncak bulan Bung Karno menuai kontroversi. Politisi Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai, kontroversi itu wajar mengingat banyak pihak-pihak yang mempertanyakan status Butet sebagai seniman maupun budayawan.
Ia pun merawa bahwa peristiwa ini memberi hikmah terkuaknya jati diri yang sebenarnya seorang Butet.
"Butet yang sebenarnya seperti yang bisa disaksikan bersama pada video yang telah beredar saat tampil di GBK, tak ada bedanya dengan buzzer," kata Kamhar, Rabu (28/6).
Sebelumnya, Butet tampil membacakan puisi dalam acara puncak peringatan Bulan Bung Karno yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Tapi, ternyata puisi yang disampaikan bernada sindiran tentang capres-capres.
Butet menyindir capres yang disebutnya hobi menculik dan capres yang diteropong KPK karena mencuri. Tapi, Butet menyampaikan pujian kepada jagoan Presiden Jokowi yang berambut putih dan disebut gigih bekerja.
Menurut Kamhar, pada pemerintahan SBY Butet begitu kritis lewat program 'Sentilan-Sentilun' yang ditayangkan salah satu stasiun TV. Acara itu sukses membangun cintra diri seorang Butet sebagai sosok budayawan, seniman dan intelektual.
Ia menyampaikan, sosok yang disandangkan kepada Butet itu ternyata hanya topeng dan sandiwara.
Kamhar yang merupakan Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat berpendapat, inilah sejatinya Bambang Ekoloyo Butet Kertaradjasa. Ia menyampaikan, ibarat pepatah, sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti jatuh juga.
"Sepandai-pandainya bersembunyi di balik topeng dan bersandiwara, akhirnya ketahuan juga," ujar Kamhar.