REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Belakangan, beberapa konten yang melibatkan remaja menuai kontroversi, mulai dari remaja yang mencerca kampusnya hingga hijabers menenggak minuman keras (miras) bersama. Bagaimana perekrut tenaga kerja melihatnya, apakah jejak digital kelak bisa pengaruhi kesempatan dapat job?
"Gen-Z model begini udah kutandain karena aku bagian Recruitment, ga akan kuizinin masuk di kantorku. Kalau ada teman HR yang nanyain soal medsos checking, akan kusodorin thread ini. Oya, tentu kuscreenshot dulu dong, misal diapus. Alasannya? Here I tell you," tulis warganet dalam beragam unggahan di Twitter, dikutip Rabu (28/6/2023).
Pemeriksaan media sosial atau medsos checking kerap menjadi salah satu tahapan rekrutmen di sejumlah perusahaan. Sebab, perilaku seseorang dan jejak digital dapat terlihat dari media sosial mereka.
Medsos checking juga juga bertujuan agar HRD mendapatkan informasi lebih mengenai kandidat pelamar kerja. Lalu, seberapa signifikan jejak digital saat kita mencari kerja?
Menurut Vina Muliana, seorang konten kreator yang kerap berbagi tips dunia kerja dan profesional, jejak digital memang sering kali dijadikan catatan. Sebenarnya, untuk jejak digital ini seringnya dijadikan poin perhatian.
"Poin utama yang dinilai paling signifikan balik lagi ke kompetensi si pelamar," kata Vina kepada Republika.co.id.
Tetapi, lanjut Vina, konten media sosial juga akan jadi sangat berpengaruh apabila jejak digitalnya sangat destruktif. Misalnya, dijadikan provokasi kegiatan negatif atau postingan yang berbau SARA.