Oleh : Wilda Fizriyani
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kota Malang memiliki dua alun-alun yang lokasinya cukup berdekatan. Satunya dikenal dengan sebutan alun-alun kotak berada di Jalan Merdeka, sedangkan lainnya diketahui sebagai alun-alun Tugu atau alun-alun bundar bertempat di depan Balai Kota Malang.
Saat ini Alun-Alun Tugu yang terletak di depan Balai Kota Malang tengah dalam proses revitalisasi. Proses revitalisasi ini pun menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Hal ini karena alun-alun tersebut termasuk lokasi yang sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda.
Pemerhati heritage, Tjahjana Indra Kusuma, mengatakan, proses revitalisasi Alun-Alun Tugu Kota Malang sebenarnya disambut baik olehnya. Itu artinya pemerintah bermaksud untuk memperindah ataupun mempercantik sebuah objek.
"Tetapi, yang perlu kita sadari maupun kita ingat adalah relevansi revitalisasi terhadap objek yang diduga cagar budaya di sekitar itu," kata pria disapa Indra tersebut dalam kegiatan diskusi secara daring.
Korelasi antara revitalisasi dan objek sudah seharusnya menjadi pertimbangan. Apalagi Alun-Alun Kota Malang termasuk kawasan yang masuk kriteria sebagai objek yang diduga cagar budaya.
Proses revitalisasi dalam konteks cagar budaya berarti tidak menghilangkan keaslian dari objek itu sendiri. Hal ini berarti pemerintah perlu tetap menjaga keaslian ataupun langkah-langkah adaptif. Dengan demikian, pemerintah tetap dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat tanpa mengindahkan ataupun menghilangkan keaslian dari alun-alun.
Alun-Alun Tugu Malang Tempo Dulu
Berdasarkan data sejarah, Alun-Alun Tugu merupakan satu bagian kesatuan yang didesain atas inisiatif Wali Kota Malang Bussemaker pada awal 1922. Alun-alun menjadi kesatuan atau taman yang menjadi satu dengan Balai Kota. "Jadi, alun-alun yang lazim atau alun-alun yang kita banyak jumpai di kota-kota itu adalah style-nya style indies atau Mataraman yang kotak itu," ujar Indra.
Dibandingkan gaya alun-alun lainnya, Alun-Alun Tugu Malang memang memiliki ciri khas tersendiri. Setelah menjadi kota praja Malang, pemerintah mendesain alun-alun dengan tambahan taman yang melingkar. Konsep ini juga dijadikan sebagai pemecah lalu lintas di antara jalur-jalur yang tersedia.
Berbeda dengan saat ini, taman yang berada di Alun-Alun Tugu Kota Malang termasuk balai kotanya tidak berpagar. Hal ini menandakan bahwa Alun-Alun Tugu dan balai kota menjadi satu kesatuan.
Selain itu, filosofi sebuah pagar juga menandakan bahwa Malang adalah tempat yang aman dan keamanan. Hal itu yang dicoba untuk dijamin oleh pemangku kota. "Jadi, itu mungkin filosofi yang tidak diciptakan pimpinan-pimpinan waktu itu," ujarnya.
Adapun mengenai pembangunan pagar di Alun-Alun Tugu diperkirakan terjadi sekitar 1988 hingga 1993. Pasalnya, saat itu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Rudini mengkritik keras rencana pembangunan pagar di tempat peninggalan bersejarah tersebut. Berdasarkan catatan yang ada, Wali Kota Malang yang menjabat di tahun-tahun tersebut di antaranya Tom Uripan dan Soesamto.
Dosen Sejarah dari Universitas Negeri Malang (UM), Ronal Ridho'i pernah menjelaskan, menara tugu yang berada di Alun-Alun Bundar sebenarnya belum berdiri di masa kolonial Belanda maupun Jepang. Tugu kebanggaan warga Malang ini baru berdiri sekitar 17 Agustus 1946 oleh warga setempat. "Itu menandai setahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia di 17 Agustus 1945," katanya.
Tak hanya menandai kemerdekaan, pembangunan tugu juga menjadi simbol meneruskan warisan peninggalan bangunan Belanda di wilayah tersebut. Seperti diketahui, kata Ronal, Belanda mulai 1917 memiliki delapan proyek pembangunan bouwplan di Kota Malang. Pada bouwplan kedua sekitar 1919, Belanda membangun alun-alun tetapi belum ada tugunya kala itu.
"Dulu bentuknya baru tanah lapang, taman biasa. Balai kota sendiri baru ada sekitar 1927," kata dia.
Di masa agresi militer, Ronal menyebutkan, tugu sempat dihancurkan oleh para tentara republik. Penghancuran ini bersamaan dengan bangunan lainnya termasuk balai kota. Hal ini lebih tepatnya membumihanguskan bangunan yang di dalamnya terpajang bendera dan logo Belanda.
Setelah kolonial Belanda benar-benar pergi dari Kota Malang, masyarakat kembali membangun tugu yang sempat dihancurkan. Bahkan, tugu tersebut sempat diresmikan oleh Presiden Soekarno sekitar 1950. Tugu dibangun kembali sebagai penanda adanya peristiwa penting yang pernah terjadi di Kota Malang seperti agresi militer.
Alun-alun Tugu Kota Malang Direnovasi
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Fathol Arifin menyatakan, ide renovasi Alun-Alun Tugu sebenarnya terjadi setelah dibangunnya Kayutangan Heritage. Saat itu Wali Kota Malang mengasumsikan jumlah pengunjung akan membludak. Sebab itu, pemerintah berkeinginan untuk memenuhi kemauan masyarakat agar tetap bisa mendapatkan tempat berlibur di kota Malang.
Fathol tidak menampik rencana tersebut awalnya menimbulkan polemik luar biasa di internal DPRD Kota Malang. Setelah dua tahun, pengajuan anggaran renovasi pun disetujui dengan angka Rp 5,3 miliar. Selanjutnya, pihaknya akan segera mengundang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan tender untuk dapat menyampaikan paparan lebih lanjut terkait program itu.
"Kemudian mengapa kemudian tanpa pagar? Karena memang awal pembangunan Alun-Alun Tugu awalnya itu tanpa pagar sehingga ingin dikembalikan seperti yang dulu," katanya.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertamanan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang Teguh Santoso mengungkapkan, saat ini progres pembangunan masih memasuki pekan pertama. Hal ini berarti progres pekerjaan sudah berjalan kurang lebih 0,63 persen. Progres ini dianggap masih lebih cepat dari rencana semula sebesar 0,24 persen.
Dikarenakan pekerjaan masih tahap awal, maka pihaknya baru melakukan tahapan persiapan lahan dan pembongkaran. Adapun terkait estimasi rencana pembangunan alun-alun ditargetkan selesai sampai 9 Oktober. "Jadi, kurang lebih sekitar 120 hari kalender," ujarnya.
Adapun mengenai gambaran revitalisasi Alun-Alun Tugu akan meliputi penataan taman dan vegetasinya. Kemudian juga akan ada penataan pedestrian yang meliputi pelebaran area pedestrian. Dengan kata lain, nantinya tidak ada tembok dan dapat mengembangkan akses difabel pada area pedestrian.
Selanjutnya, dinas juga akan melaksanakan penataan pencahayaan di Alun-Alun Tugu Malang. Hal ini akan meliputi penambahan lampu dekorasi, lampu spot taman dan lampu spot yang ada di tugu. Kemudian akan ada penataan air mancur yang meliputi air mancur kabut serta air mancur statis.
Berikutnya, terdapat penggantian pagar keliling kolam dengan desain tertentu. Lalu juga akan ada pemasangan relief Bung Karno pada pintu masuk area dalam kolam atau tugu.
Selain itu, juga akan melaksanakan normalisasi drainase eksisting dan penambahan sumur resapan. Kemudian melaksanakan perbaikan dan peremajaan jaringan irigasi serta jaringan elektrikal tanaman.