Kamis 29 Jun 2023 09:03 WIB

7 Hikmah Idul Adha dan Berkurban

Idul Adha menjadi momentum menguatkan tradisi berbagi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Erdy Nasrul
Umat muslim mengikuti shalat Idul Adha.
Foto: Republika/Prayogi
Umat muslim mengikuti shalat Idul Adha.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Khatib shalat Idul Adha di Gedung Agung atau Istana Negara Yogyakarta, Jauhar Mustofa menyampaikan tujuh hikmah disyariatkannya Idul Adha dan berkurban yang dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail dalam menjalankan ibadah dan perintah Allah.

Jauhar yang merupakan Kepala Bidang Urais Kanwil Kemenag DIY tersebut menjadi imam sekaligus khatib dimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) melaksanakan shalat di Halaman Gedung Agung, Kota Yogyakarta, Kamis (29/6/2023). Jokowi melaksanakan shalat bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan masyarakat, yang turut diikuti beberapa pejabat, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

Baca Juga

Khutbah yang disampaikan Jauhar bertemakan 'Semangat Berkurban dan Ketaatan Nabi Ismail AS'. Hikmah pertama disyariatkannya Idul Adha dan berkurban yang dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail yang disampaikan Jauhar yakni menjaga totalitas dalam beribadah dan menjalankan syariat-Nya.

"Totalitas dalam menjalankan ketaatan dan mentaati perintah Allah SWT dan Rasul-Nya," kata Jauhar saat menyampaikah Khutbah di Halaman Gedung Agung, Kota Yogyakarta, Kamis (29/6/2023).

Hikmah kedua yakni menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menambah keyakinan dan sara berserah diri pada Allah SWT, pada takdir, dan irodah ketentuan Allah SWT. Ketiga, lanjutnya yakni keyakinan bahwa Allah SWT pasti akan mengganti harta yang digunakan untuk berkurban dengan yang lebih baik, lebih banyak dan lebih berkah.

Hikmah keempat dari disyariatkannya Idul Adha dan berkurban yaitu berbagi dengan kaum dhuafa dan fakir miskin, serta masyarakat lingkungannya dengan dilandasi bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, dan semua akan kembali kepada Allah yang merupakan Sang Pemberi Rezeki, Kenikmatan dan Kerahmatan.

Hikmah kelima dikatakan Jauhar yaitu harta yang dimiliki hanyalah titipan dan amanah dari Allah yang harus dijaga, dikelola, dimanfaatkan, dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan umat Islam. Keenam yakni semua manusia sama di hadapan Allah, hanya kadar keimanan dan ketakwaannya yang membedakan antara satu dengan yang lain.

Ketujuh, adanya syariat haji, menjalankan ibadah haji dan kewajiban berkurban bagi yang mampu secara materi, fisik dan kesehatan merupakan ketetapan, rizki, rahmat, dan kerunia-Nya yang tak terhingga, sehingga menambah rasa syukur kepada Allah SWT.

"Hari ini kita telah mendapatkan hikmah dari disyariatkannya ibadah haji dan berkurban dengan meneladani sikap tawakal, tawadhu, dan keikhlasan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS untuk berkurban, menyembelih rasa syaithoniyah, sifat hewaniyah dan ketamakan dalam diri kita, dan semoga dosa-dosa kita diampuni Allah SWT," ungkap Jauhar.

Lebih lanjut, Jauhar menuturkan bahwa ketika membicarakan ketaatan, maka kisah keteladanan yang patut untuk terus dicontoh sepanjang masa yakni kisah keteladanan ayah dan anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kedua utusan Allah ini, katanya, mengajarkan seluruh umat makna ketaatan tanpa ragu, dan ketaatan tanpa kata 'nanti dulu'.

"Hari (Idul Adha dan berkurban) ini adalah memenuhi perintah Allah SWT untuk selalu bersyukur, menegakkan shalat dan, berkurban. Maka sudah seharusnya momentum hari ini kita syukuri dengan mengagungkan Asma Allah, bertakbir, bertahmid, bertasbih, dan bertahlil," ucap Jauhar.

Dijelaskan, Nabi Ibrahim diuji oleh Allah untuk mengorbankan buar hati sekaligus buah cintanya yang telah lama dinanti, yakni putranya sendiri, Nabi Ismail. Adapun, Nabi Ismail diuji oleh Allah untuk mengorbankan hidupnya agar ayahnya bisa melaksanakan perintah-Nya.

Dari kisah ini, Nabi Ibrahim memberikan teladan bahwa tidak ada kecintaan yang paling tinggi melebihi kecintaan kepada Allah SWT. Kecintaan kepada Allah melebihi kecintaan kepada pasangan, anak, harta, dan tahta.

Kecintaan kepada Allah ini, lanjut Jauhar, tentu harus diwujudkan dalam ketaatan menjalankan semua perintah-Nya. Di sisi lain, Nabi Ismail juga meyakini sepenuh hati bahwa ketaatan kepada Allah di atas segalanya, sekalipun harus mengorbankan jiwa dan raganya.

"Semoga Allah memperkenankan kita bertemu lagi dengan Hari Raya Idul Adha tahun depan dengan anugerah rahmat, hidayah dan dirha-Nya," kata Jauhar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement