REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat menonton Indiana Jones and The Dial of Destiny, ada beberapa latar waktu yang berpengaruh pada konflik utama. Penikmat film yang menyimaknya di bioskop perlu lebih cermat supaya tidak kehilangan arah dalam memahami cerita.
Petualangan sang arkeolog, Indiana Jones (Harrison Ford), semula dikisahkan ketika dirinya masih muda. Sosok yang biasa disapa Indy itu ditangkap oleh Nazi di Eropa pada periode Perang Dunia II di tahun 1944, saat hendak mengamankan artefak "Lance of Longinus".
Peristiwa itu tidak ada di sejumlah film Indiana Jones sebelumnya, namun berlangsung delapan tahun sejak petualangan Indy di film pertama Raiders of the Lost Ark. Setelah berkutat di masa lalu, alur Indiana Jones and The Dial of Destiny membawa penonton ke 25 tahun kemudian.
Pada 1969, Jones tinggal di New York, Amerika Serikat. Dia mengajar sebagai profesor arkeologi di Hunter College, siap menjalani masa pensiun. Tetapi, segalanya berubah setelah Indy mendapat kunjungan mendadak dari putri baptisnya, Helena Shaw (Phoebe Waller-Bridge).
Helena adalah putri dari kawan lama Indy, Basil Shaw (Toby Jones) yang bersama dengannya saat dulu dijegal Nazi. Perempuan muda itu mencari artefak langka yang dipercayakan ayahnya kepada Indy bertahun-tahun sebelumnya, Archimedes Dial.
Konon, perangkat itu memiliki kekuatan untuk menemukan celah dalam waktu, memungkinkan siapa saja bisa kembali ke masa lalu atau pergi ke masa depan. Pada saat yang sama, mantan Nazi bernama Jürgen Voller (Mads Mikkelsen) juga berambisi mencari artefak itu. Dia merencanakan hal mengerikan yang dapat mengubah jalannya sejarah dunia.
Dengan dua latar waktu yang ada pada masa puluhan tahun silam, sutradara James Mangold cukup pas menghadirkan nuansa tempo dulu di film ini. Mulai dari pakaian, arsitektur, suasana perkotaan, dan moda transportasi yang ada mewakili tahun 1940-an dan akhir 1960-an.
Ketika cerita beranjak ke 1969, bertepatan pula dengan perayaan kembalinya astronaut Apollo 11 ke Bumi. Selebrasi berupa parade meriah turut dihadirkan sebagai latar yang menarik. Keriaan pawai berbarengan dengan aksi kejar-kejaran Indy dengan komplotan Voller.
Ada alasan mengapa tahun 1969 yang dipilih sebagai latar film Indiana Jones and The Dial of Destiny. Itu sejalan dengan keinginan para pemeran dan pembuat film untuk tetap berusaha menghormati karakter Indiana Jones, memastikan karakter itu ada pada usia yang sesuai.
Disampaikan lewat pernyataan resminya, tim berusaha agar Indiana Jones berada di usia yang sama dengan Harrison Ford, yang berumur 79 tahun pada saat proses syuting. Jadi, film sengaja dirancang pada akhir 1960-an, era ketika Indy yang melakukan petualangan pada tahun 1930-an hingga 1940-an akan merasa perjalanannya sudah lama berlalu.