REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) Ravina Shamdasani mengatakan bahwa Prancis harus segera menyelesaikan masalah rasisme dalam badan-badan penegak hukum di negaranya.
Pernyataan tersebut disampaikan Shamdasani merespons kerusuhan yang terjadi di Prancis setelah kematian seorang remaja berusia 17 tahun akibat ditembak polisi.
"Ini adalah momen bagi negara tersebut untuk serius menyelesaikan masalah rasisme dan diskriminasi rasial yang tertanam dalam penegakan hukum," kata Shamdasani dalam sebuah pernyataan, Jumat (30/6/2023).
Dia juga menekankan pentingnya aksi protes yang dilakukan secara damai. PBB mengimbau pihak-pihak berwenang dan kepolisian agar selalu menghormati prinsip-prinsip hukum, keseimbangan, dan non-diskriminasi dalam menjalankan tugasnya menjaga demonstrasi tersebut.
"Setiap dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan harus segera diselidiki," katanya.
Kerusuhan pecah di Prancis setelah polisi menembak mati pemuda Prancis keturunan Aljazair, Nahel karena ia tidak mengikuti perintah berhenti untuk pemeriksaan lalu lintas pada Selasa (27/6/2023) di daerah pinggiran Paris, Nanterre.
Sejak itu, kerusuhan menyebar ke daerah-daerah pinggiran lainnya di Paris, seperti Seine-Saint Denis dan Villeurbanne, serta kota-kota besar lainnya termasuk Nantes dan Toulouse hingga Rabu (28/6/2023) malam.
Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan semua opsi, termasuk menyatakan keadaan darurat, untuk memulihkan kembali hukum dan ketertiban.
Jaksa mengatakan polisi yang membunuh remaja tersebut telah didakwa dengan pembunuhan secara disengaja dan ditempatkan dalam penahanan pra-sidang.