Sabtu 01 Jul 2023 14:42 WIB

Gula dan Pemanis Buatan Belum Tentu Halal, Ini Titik Kritisnya

Meski bahan baku gula berasal dari tumbuhan, tak serta merta gula tersebut halal.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Mengingat gula rafinasi melalui proses panjang dan menggunakan bahan tambahan maupun bahan penolong, maka gula jenis ini memang layak dicermati kehalalannya./ilustrasi
Foto: www.freepik.com
Mengingat gula rafinasi melalui proses panjang dan menggunakan bahan tambahan maupun bahan penolong, maka gula jenis ini memang layak dicermati kehalalannya./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Ada banyak jenis pemanis buatan yang beredar di pasaran. Misalnya, aspartam, sakarin, sorbitol dan lainnya. Pemanis itu kerap digunakan dalam produk-produk seperti minuman ringan, es krim hingga selai roti. Namun pemanis buatan belum tentu halal.

Ir Muti Arintawati MSi, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) saat ini, pernah menjelaskan bahwa meski bahan baku gula berasal dari tumbuhan, tak serta merta gula tersebut halal. Begitu juga sebaliknya. Sebab ada proses lanjutan yang melibatkan bahan-bahan lain yang harus dicermati halal haramnya.

Baca Juga

“Sama seperti bahan tambahan lain dalam sebuah produk olahan makanan atau minuman, gula juga memiliki titik kritis haram yang harus diperhatikan saat auditor kami melakukan pemeriksaan di lapangan,” jelas Muti, dikutip dari laman Halal MUI, Sabtu (1/7/2023).

Dalam hal gula tebu misalnya, Muti menyebutkan di masyarakat beredar dua jenis gula yang sesuai peruntukannya dan ditangani dengan cara yang berbeda. Ada gula yang dikonsumsi masyarakat secara langsung, misalnya untuk pemanis minum teh atau kopi. Gula jenis ini di masyarakat dikenal dengan istilah gula pasir.

Meski bahan dasarnya sama, yakni tebu, bentuk dan kegunaan masing-masing jenis gula bisa berbeda. Misalnya gula muscovado, yang terbuat dari nira tebu yang diuapkan, biasa digunakan sebagai pemanis kue. Ada pula gula donat yang sering dipakai untuk pemanis donut karena sifatnya yang tidak meleleh saat tercampur dengan minyak.

Sedangkan untuk industri digunakan gula rafinasi yang bahan baku utamanya adalah gula mentah (raw sugar), namun memerlukan proses lanjutan. Agar bisa menjadi gula yang siap pakai sebagai bahan tambahan pada industri makanan atau minuman, maka raw sugar tersebut harus melalui proses rafinasi, yang tahapannya cukup panjang.

Untuk alasan higienitas dan kesehatan, industri makanan dan minuman membutuhkan kualitas gula yang lebih baik yang diperoleh dari gula rafinasi. Jadi bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi karena sudah disuling, disaring dan dibersihkan.

Mengingat gula rafinasi melalui proses panjang dan menggunakan bahan tambahan maupun bahan penolong, maka gula jenis ini memang layak dicermati kehalalannya.

Dari sisi kandungan bahan haram, seperti dijelaskan dalam buku Halal Assurance System (HAS) seri 23101 tentang Pedoman Pemenuhan Kriteria Jaminan Halal di Industri Pengolahan, gula termasuk dalam kelompok bahan kritis. Dalam buku tersebut dijelaskan, ada tiga kategori bahan, yakni bahan sangat kritis, bahan tidak kritis, dan bahan kritis, yaitu bahan yang tidak termasuk dalam kelompok bahan sangat kritis dan bahan tidak kritis. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement