REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Inggris, Kanada, dan Australia menyatakan keprihatinan mendalam atas perluasan permukiman ilegal Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Mereka meminta Israel membatalkan proyek pembangunan permukiman yang belum dilaksanakan.
"Perluasan permukiman yang terus berlanjut merupakan hambatan bagi perdamaian dan berdampak negatif terhadap upaya untuk mencapai solusi dua negara yang dirundingkan. Kami meminta Pemerintah Israel untuk membatalkan keputusan ini," kata menteri luar negeri Inggris, Kanada, dan Australia dalam sebuah pernyataan bersama pada Jumat (30/6/2023) malam, dikutip Anadolu Agency.
Mereka turut menyoroti aksi kekerasan yang menargetkan warga sipil. “Siklus kekerasan di Israel dan Tepi Barat harus diputus. Australia, Kanada, dan Inggris berdiri teguh bersama rakyat Israel dan Palestina dalam hak mereka untuk hidup dalam damai dan aman, dengan harga diri, tanpa rasa takut dan hak asasi mereka dihormati sepenuhnya,” kata mereka.
Inggris, Kanada, dan Australia menegaskan, mereka akan terus mendukung perdamaian komprehensif di kawasan tersebut. “Termasuk pembentukan negara Palestina yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel,” ungkap menteri luar negeri ketiga negara.
Pada Selasa (27/6/2023) lalu, Israel menyetujui rencana pembangunan 5.700 unit rumah di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Pengumuman ekspansi permukiman ilegal terbaru itu memicu berbagai kritik dari berbagai negara dan organisasi internasional, termasuk PBB.
Israel menduduki Tepi Barat sejak berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Hingga saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pemukim Israel yang tinggal di permukiman-permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Permukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional.