REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad memiliki cara pandang berbeda dalam membaca isu tentang Ganjar Pranowo menelpon Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang menerima aspirasi warga untuk mengurusi masalah di Ibu Kota.
Menurut Nyarwi, berbagai perspektif dilihat dari jabatannya, langkah Ganjar bisa dikatakan sah-sah saja. Hal itu lantaran selain menjadi gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar saat ini berstatus bakal calon presiden (bacapres) PDIP.
"Memang banyak cara pandang multiperspektif yang bisa kita gunakan untuk membaca peristiwa Ganjar minta tolong ke Pj Heru, pertama, kalau Ganjar sebagai tokoh publik dan juga sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan serta kandidat calon presiden (capres) itu nggak ada masalah menyambungkan atau menyampaikan aspirasi masyarakat," ujar Nyarwi kepada Republika.co.id di Jakarta pada Sabtu (1/7/2023).
Sebagai kader PDIP, kata dia, Ganjar memang menjadi tokoh publik yang menjalankan fungsi partai politik (parpol), yaitu mengagregasi kepentingan masyarakat dan menyampaikan aspirasi masyarakat. Tampungan aspirasi masyarakat tersebut kemudian disampaikan kepada elit atau figur yang tepat.
"Nah di situ dalam konteksnya di wilayah DKI Jakarta, berarti Pj Heru Budi Hartono. Model komunikasi yang disampaikan itu tidak ada masalah ya karena itu menyampaikan aspirasi," kata Nyarwi.
Kendati begitu, sambung dia, kapasitas Ganjar sebagai gubernur Jateng menimbulkan kontroversi yang beredar belakangan. Berbagai pihak menilai langkah Ganjar menelpon Pj Heru kurang elok karena mengurus daerah lain bukan daerah kepemimpinannya sendiri.
"Kalau dilihat dari teritori wilayah dan dilihat dia sebagai Gubernur Jateng, dia sedang punya tanggung jawab dan kekuasaan di daerah lain sebagai gubernur. Dengan begitu interpretasi semua kalangan bisa bermunculan," kata Nyarwi.
"Orang bisa saja bertanya apa kurang gitu persoalan-persoalan masyarakat di Jateng, kok ikut mengurus warga DKI, apa di Jateng tak ada masalah serupa, kenapa lebih melihat masalah di tempat lain, seperti itu," ucap Nyarwi menambahkan.
Menurut Nyarwi, kritik seperti itu adalah hal wajar. Bahkan menempatkan Ganjar dalam kapasitas sebagai gubernur dapat dinilai sah-sah saja, sebab keduanya sama-sama kepala daerah yang dipercayakan Presiden untuk memimpin wilayahnya masing-masing.
"Bahkan dalam kapasitas sebagai gubernur sebenarnya tak ada masalah kalau sifatnya, contoh membantu Gubernur DKI, karena sama-sama kepala daerah, yang berarti wakil pemerintah pusat di daerah. Berarti keduanya kan sama-sama wakil pemerintah pusat," ujar Nyarwi.