REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Uni Eropa mengatakan aksi pembakaran Alquran merupakan tindakan penghinaan dan provokasi yang jelas. Hal itu disampaikan beberapa hari setelah seorang warga Irak bernama Salwan Momika merobek dan membakar Alquran di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm, Swedia.
"Uni Eropa bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Swedia dalam penolakan keras terhadap pembakaran Alquran oleh seseorang di Swedia. Tindakan ini sama sekali tidak mencerminkan pendapat Uni Eropa," kata juru bicara Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan, Nabila Massrali, dalam sebuah pernyataan, Sabtu (1/7/2023), dikutip Anadolu Agency.
“Bahkan lebih menyedihkan bahwa tindakan seperti itu dilakukan pada perayaan penting Muslim Idul Adha," kata Massrali.
Dia kembali menegaskan posisi Uni Eropa yang sama sekali tak mendukung aksi-aksi intoleransi semacam itu. "Manifestasi rasialisme, xenofobia, dan intoleransi terkait tidak memiliki tempat di Eropa," ujar Massrali.
Sebelum Uni Eropa, sudah banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Rusia, yang mengecam aksi pembakaran Alquran di Swedia. “Kami telah mengatakan secara konsisten bahwa pembakaran teks-teks keagamaan adalah tindakan kurang ajar dan menyakitkan, apa yang mungkin legal belum tentu tepat,” kata Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, saat ditanya mengenai pembakaran Alquran di Swedia, Kamis (29/6/2023 lalu.
Rusia pun mengkritik keras pembakaran Alquran yang dilakukan Salwan Momika. "Pada tanggal 28 Juni, ketika hampir satu miliar Muslim di seluruh dunia merayakan hari raya terpenting mereka, Idul Adha, tindakan keterlaluan lainnya terhadap Islam dilakukan di Stockholm. Seorang imigran dari Irak menista Alquran,” kata utusan menteri luar negeri Rusia untuk bidang kerja sama, Gennady Askaldovich, Kamis lalu, dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.
Dia mendorong masyarakat internasional menentang dan melawan aksi-aksi yang melanggar hak umat beragama tersebut. “Komunitas dunia berkewajiban untuk berdiri bersama melawan pelanggaran hak-hak orang beriman yang memalukan seperti itu," ucapnya.
Pada Rabu (28/6/2023) lalu, Salwan Momika melakukan aksi perobekan dan pembakaran Alquran di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm. Sebelum dibakar, Momika sempat menggunakan lembaran-lembaran Alquran yang dirobeknya untuk menyeka sepatunya. Dia bahkan meletakkan daging babi pada lembaran tersebut. Setelah itu, Momika, yang mengenalkan diri sebagai ateis sekuler di media sosial, melakukan pembakaran.
Sekitar 200 orang yang hadir di lokasi meneriakkan takbir di hadapan Momika untuk memprotes aksi pembakaran Alquran tersebut. Momika diketahui memuji politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan. Sebelumnya Paludan telah melakukan pembakaran Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023 lalu.
Aksi itu menjadi bentuk protes Paludan terhadap Turki karena tak kunjung memberi persetujuan agar Swedia dapat bergabung dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pada 12 Juni 2023, pengadilan banding Swedia kembali memutuskan bahwa kepolisian negara tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk melarang aksi pembakaran Alquran di sana. Pengadilan menilai, alasan keamanan tidak cukup kuat untuk mencegah warga menggelar aksi semacam itu.
Aksi pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan memicu kemarahan di negara-negara Muslim. Seruan untuk memboikot barang-barang asal Swedia menggema luas. Kendati telah memantik reaksi keras dunia Islam, terdapat seorang individu dan sebuah organisasi di Swedia yang ingin kembali melakukan aksi pembakaran Alquran di depan Kedubes Turki dan Kedubes Irak di Stockholm. Mereka hendak melaksanakan aksinya pada Februari 2023 lalu.
Namun kepolisian Swedia melarang digelarnya dua aksi terpisah tersebut. Mereka berpendapat, aksi pembakaran Alquran yang sudah terlebih dulu dilakukan Rasmus Paludan telah membuat Swedia menjadi “target serangan yang diprioritaskan”. Individu dan organisasi terkait akhirnya membawa kasus pelarangan itu ke pengadilan.
Pengadilan Administratif Stockholm memutuskan, membatalkan larangan aksi unjuk rasa dan pembakaran Alquran yang diterapkan oleh kepolisian. Mereka menyebut, alasan masalah keamanan tidak cukup untuk membatasi hak untuk berdemonstrasi. Kepolisian Stockholm kemudian mengajukan banding atas keputusan tersebut ke pengadilan banding.
Pengadilan banding, dalam putusannya, seperti dikutip Anadolu Agency, justru memperkuat keputusan pengadilan sebelumnya yang lebih rendah. Pengadilan banding mengatakan "masalah ketertiban dan keamanan" yang dirujuk oleh polisi tidak memiliki "hubungan cukup jelas dengan acara yang direncanakan atau sekitarnya". Pengadilan banding menambahkan bahwa putusannya tersebut dapat diajukan banding ke Mahkamah Agung Administrasi Swedia.