Ahad 02 Jul 2023 12:54 WIB

Normalisasi Hubungan Arab Saudi-Israel, Siapa Paling Berkepentingan?

Arab Saudi masih enggan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nashih Nashrullah
Hubungan Israel-Arab Saudi. Arab Saudi masih enggan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel
Foto: republika
Hubungan Israel-Arab Saudi. Arab Saudi masih enggan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV –  Mantan Penasihat Keamanan Nasional Israel, Meir Ben-Shabbat mengungkap tujuan di balik normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. 

Dalam sebuah artikel yang dilaporkan oleh Anadolu Agency, Ben-Shabbat mengatakan, normalisasi hubungan Israel dan Arab Saudi adalah kepentingan Amerika Serikat (AS) dan Barat.

Baca Juga

"Normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi adalah kepentingan Amerika dan Barat, di mana Arab Saudi akan dapat menjauhkan Arab Saudi dari poros China-Iran-Rusia, dan itu akan mendapatkan poin yang dibutuhkannya dalam kerangka perjuangan yang saat ini berlangsung atas demarkasi tatanan dunia baru," ujar Ben-Shabbat.

Ben-Shabbat saat ini menjabat sebagai kepala Misgav: Institut Strategi Zionis dan Keamanan Nasional. Dia adalah salah satu arsitek Perjanjian Abraham yang menjadi landasan normalisasi hubungan antara Israel dengan Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Maroko.

Dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat Amerika Serikat mengonfirmasi keinginan mereka untuk mencapai kesepakatan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi. 

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan kesepakatan ini adalah tujuan strategis yang akan dia capai.

Arab Saudi berulang kali menegaskan, masalah Palestina harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum terlibat dalam proses normalisasi dengan Israel. 

Media Israel melaporkan, dalam beberapa hari terakhir eskalasi Israel di Tepi Barat membuat kemajuan normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi menjadi sulit.

"Kami tidak dapat meremehkan pentingnya dampak realitas keamanan di Yudea dan Samaria pada kontak yang sedang berlangsung untuk memperluas cakupan normalisasi di wilayah tersebut. Sensitivitas mengenai posisi jalan adalah  tinggi, dan para pemimpin di sebagian besar negara tidak bergerak berlawanan arah dengan opini publik," ujar Ben-Shabbat.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken mengatakan, normalisasi antara Arab Saudi dan Israel sangat menantang. 

"Itu bukanlah sesuatu yang bisa terjadi dalam semalam, tapi ini juga merupakan prospek nyata dan sedang kami kerjakan," kata Blinken.

Baca juga: Terpikat Islam Sejak Belia, Mualaf Adrianus: Jawaban Atas Keraguan Saya Selama Ini

Menanggapi pernyataan Blinken, Ben-Shabbat mengatakan, Blinken memanfaatkan antusiasme Israel untuk mencapai normalisasi dengan Arab Saudi sebagai alat menekan solusi dalam konflik denga Palestina. 

Menurut Ben-Shabbat, sejak pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkuasa, tidak ada pencapaian nyata yang dibuat di bidang normalisasi. 

"Washington menyatakan keinginan yang jelas untuk melanjutkan momentum yang disaksikan oleh perjanjian ini, tetapi hasilnya minimal," kata Ben-Shabbat.

Ben-Shabbat meyakini, normalisasi membawa potensi untuk menjadikan Arab Saudi sebagai pusat logistik internasional yang akan menghubungkan Eropa, Afrika, dan Asia. Hal ini akan merevolusi perdagangan global. 

Ben-Shabbat mengatakan, dalam pandangan Israel, normalisasi dengan Arab Saudi adalah tujuan penting, tetapi tidak pada harga apapun.

“Membuat konsesi pada isu Iran, berkompromi pada isu proliferasi kemampuan nuklir di Timur Tengah, dan membuat konsesi pada tingkat keamanan di arena Palestina adalah harga yang terlalu berat untuk dibayar, bahkan sebagai imbalannya adalah pencapaian yang nyata,” kata Ben-Shabbat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement