Ahad 02 Jul 2023 15:11 WIB

Mayoritas Publik Tolak Pengerdilan Kejagung dalam Berantas Korupsi

Publik punya kepercayaan tinggi ke kejagung dalam berantas korupsi.

Red: Joko Sadewo
Direktur Indikator Politik, Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, Ahad (2/7/2023).
Foto: istimewa/tangkapan layar
Direktur Indikator Politik, Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, Ahad (2/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mayoritas publik menolak pengurangan kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pemberantasan korupsi. Penolakan ini karena masyarakat punya kepercayaan tertinggi dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Berdasar survei yang dilakukan Indikator Politik, mayoritas responden  66,4 persen mendukung Kejagung memiliki kewenangan dalam menyelidik, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi. "Angkanya mencapai 66,4 persen,” kata Direktur Indikator Politik, Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, Ahad (2/7/2023).

Survei Indikator ini dilakukan pada  20-24 Juni 2023,  dengan jumlah responden 1.220 orang, dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Konsistensi Korps Adhyaksa di bawah komando Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, menurutt Burhan, membuat masyarakat menolak adanya upaya membatasi kewenangan Kejaksaan.

Sebelumnya, seorang Lawyer mengajukan judicial review (JR) atlas kewenanogan kejaksaan dalam pengusutan korupsi. Mereka menginginkan Kejagung hanya punya kewenangan dalam penuntutan saja. Kejagung tidak boleh melakukan penyelidikan maupun penyidikan perkara korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement