Sabtu 15 Jul 2023 12:44 WIB

Sawit Dijegal Eropa, Indonesia Melawan

EUDR mengecilkan semua upaya Indonesia taat pada upaya mengatasi isu lingkungan.

Perkebunan sawit PT Sumber Sawitmas Sarana (SSMS) . ilustrasi
Foto: republika/joko sadewo
Perkebunan sawit PT Sumber Sawitmas Sarana (SSMS) . ilustrasi

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Pada 16 Mei 2023 lalu, Uni Eropa (UE) memberlakukan aturan anti deforestasi melalui European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR). Melalui EUDR, UE mewajibkan setiap eksportir melakukan verifikasi untuk menjamin produknya tidak berasal dari kawasan hasil penggundulan hutan atau deforestasi sejak 2021.

Jika ditemukan ada pelanggaran, eksportir dapat dikenai denda. Produk ekspor yang menjadi sasaran EUDR yaitu minyak sawit beserta produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, daging sapi, kayu, karet, kertas, serta kulit.

Selain itu, EUDR juga menerapkan skema acuan yang mengklasifikasikan negara menjadi tiga tipe. Yakni negara berisiko rendah, standar, serta berisiko tinggi dalam melakukan deforestasi.

Sebenarnya kerangka kebijakan EUDR telah lama dirundingkan di parlemen Eropa, tapi baru diundangkan pada April 2023. EUDR baru resmi berlaku pada 16 Mei 2023. UE memberikan masa transisi 18 bulan bagi perusahaan besar dan 24 bulan bagi perusahaan kecil.

Melihat alasan yang mendasari, tujuan EUDR terbilang baik, guna menciptakan industri yang ramah lingkungan. Hanya saja, bagi negara pengasil minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia, kebijakan itu dilematis.

Kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, EUDR mengecilkan semua upaya Indonesia taat pada upaya mengatasi isu lingkungan. Indonesia dan Malaysia juga sudah menyampaikan protes langsung kepada UE.

UE sendiri tampaknya tetap kukuh dengan EUDR. Meskipun belakangan, perwakilan UE, Indonesia, dan Malaysia sepakat membentuk satgas terkait EUDR. Jika ada masalah, pendekatan penyelesaian disebut bakal bersifat inklusif dan transparan.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah punya Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Kata Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), kedua kebijakan itu mirip-mirip EUDR. Sehingga jika UE menjegal, stempel RSPO dan ISPO bisa membantu.

Tak heran juga pada Juni lalu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan buka-bukaan soal audit lahan sawit oleh BPK. Termasuk temuan 3,3 juta lahan perkebunan sawit yang masuk area hutan.

Pemerintah mau tata kelola sawit diperbaiki. Pemerintah minta perusahaan sawit lapor mandiri soal ketaatan atas tata kelola sawit dan pemerintah segera menyiapkan kanal pelaporannya. Jika ada yang kedapatan nakal, sanksi menanti.

Galak ke dalam negeri, Indonesia galak ke UE soal sawit ini. Luhut sudah mengatakan, jika EU mau menjegal, Indonesia tak segan mengalihkan ekspor minyak sawitnya ke Afrika.

Masih ada sekitar 17 bulan tersisa sebelum EUDR diterapkan secara penuh. Kita pantau bersama adu kuat ini. Apakah UE tahan hidup tanpa minyak sawit Indonesia? atau apakah Indonesia sanggup menukar minyak sawitnya dengan selain euro? atau apakah akan ada kejutan yang melegakan semua pihak?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement