REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH — Komite eksekutif Organisasi Kerjasama Islam mengadakan pertemuan di Jeddah pada Ahad (2/7/2023) untuk membahas konsekuensi yang timbul dari insiden pembakaran Alquran di depan Masjid Pusat di Stockholm, Swedia, tepat pada Hari Raya Idul Adha.
Pada 28 Juni, seorang pengungsi dari Irak, Salwan Momika (37) menodai Alquran dan membakar halaman-halamannya, mendorong kemarahan dan kecaman yang meluas atas tindakan tersebut di seluruh dunia Muslim dan Arab.
Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha meminta negara-negara anggota untuk bersatu dan mengambil tindakan kolektif untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
OKI dengan tegas mengecam tindakan tersebut, karena dianggap telah merusak rasa saling menghormati di antara orang-orang dan upaya global untuk mendorong toleransi dan moderasi.
Taha menekankan pentingnya menyampaikan pesan yang jelas bahwa menodai Alquran dan menghina Nabi Muhammad SAW bukanlah kejadian Islamofobia yang biasa.
Dia menekankan perlunya komunitas internasional untuk menerapkan undang-undang yang secara eksplisit melarang promosi kebencian agama.
“Kami berharap pertemuan darurat ini akan membuahkan hasil yang berharga dan bermanfaat untuk menghentikan perilaku tercela ini,” kata Saleh Hamad Al-Suhaibani, perwakilan Arab Saudi untuk OKI, dilansir dari Arab News, Senin (3/7/2023).
Ini adalah keempat kalinya insiden serupa terjadi di Swedia dengan dalih palsu kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dalih tersebut ungkap Al-Suhaibani, tak bisa dibenarkan sama sekali.
“Kami sangat mengutuk dan mengecam tindakan berulang ini. Tindakan seperti itu tidak dapat diterima terlepas dari alasan apa pun, dan mereka secara terang-terangan mendorong kebencian, pengucilan, dan rasisme. Selain itu, mereka melanggar prinsip-prinsip agama dan semua perjanjian global yang mengadvokasi perdamaian dan persatuan,” tuturnya.
Baca juga: Tak Hanya Dibakar, Alquran Dipakai Menyeka Sepatu dan Membungkus Daging Babi
Negara-negara anggota OKI bersatu untuk mengecam insiden tersebut, dengan kecaman keras yang diungkapkan oleh negara-negara termasuk Turki, Pakistan, Kamerun, dan Gambia. Duta besar dan perwakilan lainnya menyuarakan ketidaksetujuan dan kekhawatiran mereka selama pertemuan.
Perwakilan tetap Turki untuk OKI, Mehmet Metin Eker, mengatakan bahwa tidak dapat diterima bagi Swedia untuk tidak mengambil tindakan “dalam menghadapi serangan provokatif terhadap nilai-nilai suci kita ini, dengan kedok kebebasan berbicara dan berekspresi.
“Kami melawan otoritas Swedia untuk mengambil tindakan hukum yang diperlukan terhadap pelaku kejahatan ini. Kami juga mengundang komunitas internasional untuk mengambil langkah konkret untuk mencegah terulangnya tindakan provokatif semacam itu,” tambahnya.
Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko
Eker mengatakan bahwa adopsi resolusi PBB yang menyatakan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia merupakan langkah ke arah yang benar.
Dia menyarankan agar OKI menyelenggarakan acara di kantor pusatnya dan, yang lebih penting, di negara-negara di mana serangan Islamofobia lazim, dengan tujuan meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan memobilisasi anggota dan mitra potensial untuk mengatasi Islamofobia secara efektif.
Perwakilan tetap Pakistan untuk OKI, Syed Mohammed Fawad Sher, mengatakan bahwa pemerintah Pakistan mengutuk keras tindakan kejam di hari raya Idul Adha yang diberkati.
Sumber: arabnews