REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hari Tasyrik jatuh pada 11, 12, 13 Dzulhijjah setelah perayaan Idul Adha, pada kesempatan ini merupakan hari bersenang-senang menyantap makanan dalam rangka memperkuat ibadah.
Hari Tasyrik juga disebut juga dengan hari untuk makan dan minum, sebab pada hari ini dilarang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّإِنَّ نَّ يَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum.” (HR An-Nasa’i, no. 2954)
Dikutip dari buku Amalan Awal Dzulhijjah hingga Hari Tasyrik oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Hari tasyrik disebut dengan hari makan dan minum, juga berdzikir kepada Allah. Hal ini pertanda bahwa makan dan minum pada hari raya seperti ini dapat menolong Muslim untuk berdzikir dan melakukan ketaatan kepada-Nya.
Dengan inilah semakin sempurna rasa syukur terhadap nikmat dapat menolong dalam ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, barang siapa menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat, berarti dia telah kufur pada nikmat.
Maksiat inilah yang nantinya akan menghilangkan nikmat. Sedangkan bersyukur kepada Allah itulah yang akan menghilangkan bencana. (Latha’if Al-Ma’arif)
Begitu pula Nabi ﷺ mengatakan bahwa Idul Adha dan hari tasyrik adalah hari kaum muslimin untuk menikmati makanan. Nabi ﷺ bersabda,
أيام التشريق أيام أكل وشرب “Hari-hari tasyrik adalah hari menikmati makanan dan minuman.” (HR Muslim, no. 1141, dari Nubaisyah Al-Hudzali).
Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko
Dan tentunya, hari tasyrik adalah hari memperbanyak dzikir, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 203:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” Ini menunjukkan adanya perintah berdzikir pada hari-hari tasyrik.
Di antara dzikir tersebut adalah dzikir mutlak. Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Maarif, menyebutkan berdzikir kepada Allah SWT secara mutlak karena kita dianjurkan memperbanyak dzikir di hari-hari tasyrik. Sebagaimana ‘Umar ketika itu pernah berdzikir di Mina di kemahnya, lalu manusia mendengar. Mereka pun bertakbir dan Mina akhirnya penuh dengan takbir. (Lihat Latha’if Al-Ma’arif, hlm 504-505).