REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan dunia digital di Indonesia terasa sangat pesat sejak pandemi Covid-19. Dunia digital menyimpan sejuta dampak positif dan juga negatif. Itu sebabnya saat ini sangat dibutuhkan kemampuan masyarakat untuk memahami literasi digital.
Ketidakpahaman akan literasi digital masyarakat Indonesia dapat menimbulkan masalah yang serius. Social Behavioral Change Specialist UNICEF Indonesia, Risang Rimbatmaja mengatakan, dari kasus hoaks saja, hampir setengah masyarakat Indonesia masih menjadi korbannya.
"Kalau dari survei kami bekerjasama sengan Neilsen, dari enam kota besar kita ambil saja satu kasus, misalnya tentang hoaks itu ada 48 persen warga belum bisa mengidentifikasi atau sadar ada hoaks yang dia terima," ujar Risang di webinar bertajuk 'Pengembangan Literasi Digital di Berbagai Sektor' dikutip di Jakarta, Senin (3/7/2023).
Dewan Pengarah Siberkreasi dan Japelid, Novi Kurnia menjelaskan, pemahaman tentang literasi digital sejauh ini terus digencarkan oleh Kemenkominfo dan intansi lainnya. Menurut dia, ilmu tersebut masih dapat dikembangkan lagi di dunia pendidikan, seperti membuat kurikulum literasi digital untuk anak sekolah maupun perguruan tinggal.
"Kurikulum juga bisa dilakukan di tempat yang sifatnya organisasi pendidikan dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah. Tujuannya agar seluruh pengetahuan serta keterampilan dapat terasa dan diresapi," ucap Novi.
Pencetusan kurikulum digital kini dianggap sangat penting mengingat literasi digital bersifat sangat dinamis. Peneliti Center for Digital Society, Iradat Wirid menilai, literasi digital sifatnya sangat dinamis.
"Misalnya pada 2019 kita pernah mengalami pemilu, di mana literasi digital dapat berubah secara dinamis. Menjelang 2024 kita bisa belajar dari pemilu sebelumnya untuk menciptakan kurikulum literasi digital agar bisa lebih cakap dalam berkegiatan digital," ucap Iradat.