REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Belum lama ini bos Twitter Elon Musk mengumumkan kebijakan baru Twitter, yaitu pembatasan jumlah cuitan yang dilihat per hari. Kebijakan ini menurut pakar dapat membuat CEO baru perusahaan, Linda Yaccarino, kesulitan dalam menggaet pengiklan.
Direktur riset Forrester, Mike Proulx, mengatakan, langkah tersebut menciptakan hambatan bagi Yaccarino. Sejauh ini, dia telah berusaha memperbaiki hubungan dengan pengiklan yang menarik diri dari Twitter setelah Musk membelinya tahun lalu.
“Pengiklan sudah terguncang dari kekacauan yang dibuat Musk ke platform. Upaya Linda untuk meningkatkan kepercayaan pada pengiklan semakin besar,” kata Proulx, dilansir Reuters, Senin (3/7/2023).
Pendiri konsultan periklanan AJL Advisory dan mantan bos pemasaran di Bank of America Lou Paskalis mengatakan Yaccarino adalah harapan terbaik terakhir bagi Musk untuk menyelamatkan pendapatan iklan dan nilai perusahaan. “Langkah ini memberi tanda ke pasar bahwa dia tidak mampu memberdayakannya untuk menyelamatkannya dari dirinya sendiri," ujarnya.
Dengan batasan baru, akun yang belum diverifikasi awalnya dibatasi hingga 600 posting sehari dengan akun baru yang belum diverifikasi dibatasi hingga 300. Sedangkan, akun yang diverifikasi dapat membaca 6.000 posting sehari.
Beberapa jam kemudian, Musk menaikkan batasan menjadi 10 ribu posting per hari untuk pengguna terverifikasi, 1.000 per hari untuk tidak terverifikasi, dan 500 posting per hari untuk pengguna baru yang tidak terverifikasi.
Analis di Insider Intelligence Jasmine Enberg menyebut membatasi jumlah cuitan dapat menjadi bencana untuk bisnis iklan platform. “Hal ini tentu saja tidak akan membuat lebih mudah pengiklan untuk kembali. Ini adalah penjualan yang sulit untuk membawa pengiklan kembali,” ucap dia.
Batasan itu muncul segera setelah Twitter mulai mewajibkan pengguna untuk masuk ke akun di platform media sosial untuk melihat cuitan yang disebut Musk sebagai langkah darurat sementara untuk memerangi pengikisan data.
Musk sebelumnya menyatakan ketidaksenangannya dengan perusahaan kecerdasan buatan (AI) seperti OpenAI, pemilik ChatGPT, karena menggunakan data Twitter untuk melatih model bahasa besar mereka.