REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi mengenai nikah beda agama masih terus bergulir. Yang terbaru, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pernikahan beda agama sepasang pria dan wanita yang berbeda agama, di mana pria beragama non Islam, sementara yang wanita beragama Islam.
Apakah nikah berbeda agama memiliki dampak pada hubungan keluarga? Lalu bagaimana dengan anaknya kelak?
Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengatakan perbedaan keyakinan akan memengaruhi dalam hal sudut pandang, value, dan sikap. Hal ini tentu akan memengaruhi bagaimana mengambil keputusan dan memengaruhi perilaku.
Perbedaan yang terlalu banyak dapat menimbulkan banyak konflik. Sekalipun konflik-konflik yang terjadi adalah konflik ringan, namun jika terlalu sering atau terlalu banyak, maka lama kelamaan akan membuat lelah orang yang menjalaninya.
"Selain itu, konflik-konflik yang terkesan ringan ini jika tidak diselesaikan dengan baik maka akan menumpuk dan suatu saat dapat meledak menjadi konflik yang besar," ujarnya pada Republika.co.id, pada akhir pekan lalu.
Dampak nikah berbeda agama juga terjadi pada anaknya kelak. Pada anak, dapat timbul konflik dalam diri. Saat anak diminta memilih, seolah anak harus memilih lebih memihak ke salah satu orang tua. Perasaan ini sulit diungkapkan namun nyata adanya.
"Jika tidak diselesaikan dengan cara yang tepat akan membuat konflik diri pada anak," ujar perempuan yang akrab disapa Lia ini.
Dia kerap melihat, perbedaan mendasar pada kedua orang tua dapat membuat anak sulit menentukan yang terbaik untuk dirinya. Anak akan melihat dua hal baik yang sama-sama kuat sehingga sulit menginternalisasi nilai mana untuk diri si anak.
Terkadang karena anak kesulitan menginternalisasi nilai baik tersebut dan rasa tidak enak memilih salah satu yang seolah harus memilih salah satu orang tua, maka anak justru memilih nilai berbeda dari kedua orang tuanya. Misalnya, jika kedua orang tua taat beragama sesuai agama masing-masing, anak justru memilih hidup bebas tanpa nilai agama.
Lia mengatakan, untuk menyikapi perbedaan agama dalam keluarga bisa dengan membuat kesepakatan bersama. Semua pihak dapat membicarakan dan menyelesaikan jika ada konflik-konflik kecil dan membuat kesepakatan terhadap batasan masing masing.